Rabu, 03 Juni 2015

Oleh: Ayub Melkior, S. Th




"PENYINGKAPAN DIRI ALLAH DALAM PERJANJIAN LAMA"



Kenyataan bahwa Allah menyingkapkan diri-Nya kepada umat-Nya, nampak bahwa Dia transeden, yaitu Allah dekat dan jauh pada saat yang sama. Kepribadian-Nya berada di luar batas-batas pengertian manusia, namun di satu pihak kita tidak pernah merasa bahwa Allah berada di luar tatanan dunia. 

Titik utama penyingkapan diri Allah dalam PL, didasari pada kehendak Allah sendiri untuk menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya, dengan tujuan memperkenalkan sifat-sifat-Nya dan pekerjaan-Nya, dalam hubungan dengan manusia. Penyingkapan tentang pribadi dan sifat Allah ini, mendahului dan menjelaskan maksud-maksud Allah.

Penyikapan diri Allah dalam PL selalu membawa kepada suatu hubungan Pribadi antara Allah dengan umat-Nya. Jika persekutuan ini terwujud, maka kita akan tahu sifat Allah melalui ungakapan diri-Nya tersebut. Oleh sebab itu, tidak mungkin kita benar-benar memahami  penyingkapan Allah dalam PL kecuali kita peka terhadap aneka ragam pengungkapan diri Allah dalam bentuk Firman dan kejadian.

Di dalam PL Allah tidak menyingkapkan diri-Nya melalui gagasan-gagasan saja, tetapi juga di dalam dan melalui kejadian-kejadian yang diartikan-Nya melalui para nabi. Hal ini terlihat pertama kali dalam penciptaan. Penciptaan dunia merupakan penyingkapan dari sifat Allah.  Ia membentuk dunia dengan “sungguh amat baik” (Kej 1:31). Namun setelah Adam jatuh di dalam dosa, maka diperlukan suatu penyingkapan diri Allah yang sama sekali baru. Sejak saat itu, penyingkapan Allah harus bersifat memulihkan kembali hubungan yang rusak dan terputus itu. Dalam penyingkapan diri Allah yang bersifat sama sekali baru ini, Allah menyingkapkan diri-Nya melalui:

·        Melalui pertanyaan

Allah datang kepada Adam dengan Firman berupa pertanyaan: “Di manakah engkau?” (Kej 3:9). Pertanyaan Allah ini bukanlah suatu permintaan informasi, sebab Dia Allah yang tahu segala sesuatu. Tetapi ini merupakan suatu usaha untuk membawa Adam dan Hawa kembali kepada-Nya, untuk menunjukkan kasih setia-Nya kepada mereka.

Maksud yang serupa juga terkandung dalam pertanyaan kepada Kain:  “mengapa mukamu muram? (Kej 4:6) ; Di manakah adikmu? (Kej 4:9); Apakah yang telah kau perbuat? (Kej 4:10).

Allah tahu apa yang terjadi, namun Ia mengharapkan Kain mengakui perbuatannya dan kembali kepada-Nya. Jadi dari semula, reaksi Allah terhadap dosa manusia adalah menyakatakan kemurahan-Nya.

·        Melalui perintah

Selanjutnya, Allah menyatakan diri-Nya melalui Firman berupa perintah. Dalam Kejadian 12, ketika Allah memanggil Abraham, Ia tidak mengidentifikasikan diri-Nya dengan apapun, melainkan langsung memberi perintah: “Pergilah dari negrimu........” Perintah itu sederhana dan sangat jelas. Setelah perintah itu ditegaskan, barulah segera menyusul suatu janji: “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar dan memberkati engkau ”. Di sini perhatian Allah tetap tertuju kepada semua bangsa, namun dimulai dengan ditetapkannya sebuah hubungan dengan Abraham.

·        Melalui Nama

Selanjutnya Allah menyatakan diri dengan mengidentifikasikan diri-Nya melalui sebuah nama. Dalam Kej 17:1, Allah mengidentifiikasikan diri-Nya dengan nama El Shaddai, yang artinya berpusat pada kemahakuasaan-Nya. Pengungkapan nama Allah kepada Abraham, memiliki arti yang penting, karena nama itu mengungkapkan sesuatu tentang sifat orang. Nama merupakan bukti hubungannya dengan yang menyandang nama itu. Jadi pengungkapan nama  El Shaddai kepada Abraham mengandung arti, meskipun Dia Allah yang maha mulia dan maha kuasa, Ia rela membiarkan diri-Nya dikenal oleh manusia.

Penyingakapan diri Allah dengan sebuah nama, juga terlihat dalam Kej 28:13, dimana Ia memperkenalkan diri-Nya kepada Yakub: “Akulah TUHAN,  Allah Abraham dan Ishak...” Pada nama ini, Allah mencantumkan hubungan-Nya dengan Abraham. Ini sangat berbeda dengan alah kaum berhala, yang biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan nama tempat tertentu. Tetapi Allah yang hidup mengidentifikasikan diri-Nya dengan nama orang-orang.

·        Melalui Penampakkan

Selanjutnya, Allah menyingkapkan diri-Nya dengan penampakkan sebagai  “Malaikat TUHAN” (Kel 3:2). Dalam penampkkan ini, Allah berjanji untuk melepaskan umat Israel dari perbudakan Mesir. Ketika Musa bertanya tentang nama itu, Allah menjawab: “AKU ADALAH AKU” yang artinya Allah memberikan arti dasar bagi kepribadian-Nya sendiri, bahwa Dia adalah jaminan bagi keberadaan-Nya yang terus menerus ada.

Kemudian waktu Firaun menolak permintaan Musa,  Allah meyakinkan Musa tentang kelepasan yang dijanjikan-Nya , dengan memperkenalkan diri-Nya: “Akulah TUHAN (YAHWEH)”. Dalam hal ini, Allah tidak menuntut suatu nama yang sama sekali baru, melainkan suatu pengertian baru tentang kehadiran-Nya yang akan dikaitkan dengan nama ini.

·        Melalui perbuatan

Selanjutnya Allah menyingkapkan diri-Nya melalui perbuatan-perbuatan. Dalam Kej 19:3-20:1-2, Allah berkata kepada Musa: “Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan”.  Penegasan ini menunjukkan bahwa pertemuan pribadi dengan pribadi, menjadi penyingkapan melalui tindakan-tindakan-Nya. Ini merupakan suatu kemajuan dalam penyingkapan diri Allah. Tindakan-tindakan Allah dalam PL, merupakan bukti, tanda dan perluasan dari kehadiran Allah.

Kemudian dalam Kel 33:18-23; Musa meminta Tuhan memperlihatkan kemuliaan-Nya. Allah menolak karena manusia berdosa tidak dapat memandang-Nya dan tetap hidup. Tetapi Allah bejanji untuk menyatakan kebajikan-Nya di depan Musa. Di sini Allah ingin memperlihatkan kemuliaan-Nya dalam hubungan-Nya dengan sifat-sifat-Nya dan bukan penampilan-Nya.

Kemudian Dalam Kel 34:5-10, Allah turun dalam awan dan berdiri di hadapan Musa, serta “menyerukan nama-Nya Tuhan..Tuhan”. Nama ini berarti penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Ini bertujuan untuk meneguhkan perjanjian sebelumnya.

·        Melalui para Nabi

Selanjutnya, Allah menyingkapkan diri-Nya kepada para nabi. Para nabi menerima panggilan melalui Firman Allah yang ditujukan langsung kepada mereka secara pribadi dan hal ini mengakibatkan keadaan mereka sama sekali baru bagi orang tersebut.  Dalam panggilan para nabi ini, Firman penjelasan mendahului kejadian, sehingga mengungkap makna peristiwa  itu.  Selanjutnya Allah tidak berbuat sesuatu tanpa mengatakan-Nya kepada para nabi itu.

Kalvin mengatakan: “Tanpa pengenalan akan Allah yang benar, kita tidak akan memiliki pengenalan yang benar mengenai diri.”[1] Tiga kata-kata penting yang terkandung dalam pernyataan ini, yaitu:  Allah, diri sendiri, dan pengetahuan.
Dua kata pertama, Allah dan diri, mengkontraskan perbedaan antara Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai ciptaan-Nya. Allah adalah Allah yang berpribadi, Ia berbeda dengan manusia, Ia tidak berawal karena Ia bukanlah ciptaan. Ia menciptakan segala sesuatu di luar diri-Nya (langit, bumi, dan semua makhluk-makhluk) dari ketiadaan. Tapi Ia bukanlah sekedar Pencipta yang kreatif, tetapi juga Allah yang berelasi, yang secara aktif menyatakan diri-Nya untuk dikenal oleh manusia dan untuk memiliki persekutuan dengan manusia.

Tanpa kerelaan kehendak-Nya untuk menyatakan diri, manusia tidak mungkin mengenal sesuatu apapun tentang Allah. Kata ketiga dalam pernyataan Calvin adalah pengetahuan (khususnya pengetahuan tentang Allah), yang menekankan pentingnya wahyu dari Allah.

Selanjutnya Allah berkenan menyatakan diri-Nya kepada manusia, agar manusia dapat mengenali sifat-sifat-Nya dan kehendak-Nya.  Pada umumnya setiap orang tahu bahwa Allah itu ada dan bahwa Ia telah menciptakan langit dan bumi. Ia menghukum orang jahat dan memberkati orang benar. Tetapi manusia tidak tahu apa sesungguhnya yang menjadi sifat-sifat-Nya, apa yang  dipikirkan dan dikehendaki  oleh Allah terhadap Manusia yang diciptakan-Nya. Apa yang ingin Allah berikan kepada kita untuk melepaskan kita dari dosa dan mengembalikan kita kepada persekutuan dengan diri-Nya. Oleh karena itu dibutuhkan penyingkapan secara khusus agar manusia dapat memahami dan mengenali-Nya.

Selebihnya dari itu, Allah berkehendak untuk menyatakan diri-Nya sehingga kita dapat melakukan pekerjaan-Nya. Allah memiliki rencana dan pekerjaan bagi seluruh umat manusia di segala bangsa. Hal ini terungkap dalam janji-Nya ketika Ia menyatakan diri kepada Abraham. Tujuan utama Allah adalah membawa setiap orang kembali kepada-Nya dalam hubungan yang harmonis. Tindakan-tindakan Allah ini, tidak dapat dipahami, kecuali Ia berkenan menyatakan diri-Nya. Untuk itulah Ia berkenan menyatakan diri-Nya kepada bapak leluhur kita dan para nabi dengan maksud menunjukkan dan memperkenalkan pekerjaan-pekerjaan-Nya seperti kepada Musa, sehingga umat manusia dapat melakukannya sebagaimana yang Ia kehendaki.

Dalam PL, penyingkapan diri Allah kepada manusia melalui kejadian-kejadian maupun Firman, menuntut  kualitas moral manusia secara radikal sebagai tanggapan manusia. Sebagai contoh: Ketika Allah menyatakan dirinya kepada Adam dan Kain, Ia menuntut kesediaan mereka untuk mengakui tindakan mereka yang salah agar Allah dapat mengembalikan mereka kepada hubungan yang semula. Gagasan yang sama berlaku juga bagi Abraham dan bangsa Israel, dimana Abraham diminta untuk meninggalkan segala keterikatan alamiah dan hidup tidak bercela di hadapan Allah sebagai dasar atas hubungan Allah dan abraham.


Kesimpulan

Jadi penyingkapan Allah kepada manusia dalam PL  dapat diringkas dalam dua hal, yaitu kejadian-kejadian dan Firman. Oleh sebab itu, tidak mungkin kita benar-benar memahami  penyingkapan Allah dalam PL kecuali kita peka terhadap aneka ragam pengungkapan diri Allah dalam bentuk Firman dan kejadian.

Penyingkapan diri Allah dalam PL selalu membawa kepada suatu hubungan Pribadi antara Allah dengan umat-Nya. Jika persekutuan ini terwujud, maka kita akan tahu sifat Allah melalui ungkapan diri-Nya tersebut.

Penyingkapan diri Allah, manuntut kualitas moral manusia secara radikal sebagai tanggapan manusia kepada Allah. Jadi sejak semula, hubungan Allah dengan umat-Nya mempunyai dimensi moral. Setiap janji didasari dengan tuntutan moral yang radikal. Sesungguhnya dalam tanggapan manusia yang sungguh-sungguh ini, manusia menyadari dan mengalami sifat serta kebebasan yang hakiki.



TIGA PERTANYAAN PENTING DAN JAWABAN


1.     Bagaimana Allah menyingkapkan dirinya kepada manusia dalam PL?

Penyingkapan diri Allah dalam PL, dapat diringkas dalam dua hal, yaitu: Melalui kejadian-kejadian dan melalui Firman. Sejak manusia jatuh dalam dosa, Allah menyatakan diri dalam PL dengan maksud untuk memulihkan hubungan manusia dengan Dia. Penyingkapan diri Allah ini dilakukan melalui: Pertanyaan, Perintah, Nama. Penampakkan, Perbuatan, dan Para Nabi.

2.     Mengapa Allah Perlu Menyingkapkan Diri-Nya Bagi Manusia?

Allah berkenan menyatakan diri-Nya kepada manusia, agar manusia dapat mengenali sifat-sifat-Nya dan kehendak-Nya. 

Pada umumnya setiap orang tahu bahwa Allah itu ada dan bahwa Ia telah menciptakan langit dan bumi, Ia menghukum orang jahat dan memberkati orang benar.  Tetapi manusia tidak tahu apa sesungguhnya yang menjadi sifat-sifat-Nya, apa yang  dipikirkan dan dikehendaki  oleh Allah terhadap Manusia yang diciptakan-Nya. Apa yang ingin Allah berikan kepada kita untuk melepaskan kita dari dosa dan mengembalikan kita kepada persekutuan dengan diri-Nya. Oleh karena itu dibutuhkan penyingkapan secara khusus agar manusia dapat memahami dan mengenali-Nya.

Selebihnya dari itu, Allah berkehendak untuk menyatakan diri-Nya sehingga kita dapat melakukan pekerjaan-Nya. Allah memiliki rencana dan pekerjaan bagi seluruh umat manusia di segala bangsa.

Tindakan-tindakan Allah ini, tidak dapat dipahami, kecuali Ia berkenan menyatakan diri-Nya. Untuk itulah Ia berkenan menyatakan diri-Nya kepada bapak leluhur kita dan para nabi dengan maksud menunjukkan dan memperkenalkan pekerjaan-pekerjaan-Nya.

3.     Apa Tanggapan Manusia Terhadap Penyingkapan Diri Allah?

Dalam PL, penyingkapan diri Allah kepada manusia melalui kejadian-kejadian maupun Firman, menuntut  kualitas moral manusia secara radikal sebagai tanggapan manusia. Sifat penyingkapan Allah ini, sekaligus merupakan panggilan untuk berbuat, mengikuti dan menaati. Ini terlihat melalui perintah lebih ditekankan dari pada keterangan atau penjelasan.


 
Catatan:
Karya ini dilindungi Undang-undang Hak Cipta pasal  72 No. 19  ayat 1 dan 2 tahun 2002.
Boleh dicopy untuk digunakan sebagai bahan pengajaran, dengan mencantumkan alamat penulisan: (http//materikuliahS2melkiorayub.com).
Terimakasih, Tuhan Yesus memberkati



Daftar Pustaka



[1] John Calvin, Institutes of the Christian Religion, ed. John T. McNeill (PA: Westminster Press, 1960), hal. 37.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar