"PENYINGKAPAN DIRI ALLAH DALAM PERJANJIAN LAMA"
Kenyataan bahwa Allah menyingkapkan diri-Nya
kepada umat-Nya, nampak bahwa Dia transeden, yaitu Allah dekat dan jauh pada
saat yang sama. Kepribadian-Nya berada di luar batas-batas pengertian manusia,
namun di satu pihak kita tidak pernah merasa bahwa Allah berada di luar tatanan
dunia.
Titik utama penyingkapan diri Allah dalam PL,
didasari pada kehendak Allah sendiri untuk menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya,
dengan tujuan memperkenalkan sifat-sifat-Nya dan pekerjaan-Nya, dalam hubungan
dengan manusia. Penyingkapan tentang pribadi dan sifat Allah ini, mendahului dan
menjelaskan maksud-maksud Allah.
Penyikapan diri Allah dalam PL selalu membawa
kepada suatu hubungan Pribadi antara Allah dengan umat-Nya. Jika persekutuan
ini terwujud, maka kita akan tahu sifat Allah melalui ungakapan diri-Nya
tersebut. Oleh sebab itu, tidak mungkin kita benar-benar memahami penyingkapan Allah dalam PL kecuali kita peka
terhadap aneka ragam pengungkapan diri Allah dalam bentuk Firman dan kejadian.
Di dalam PL Allah tidak menyingkapkan
diri-Nya melalui gagasan-gagasan saja, tetapi juga di dalam dan melalui
kejadian-kejadian yang diartikan-Nya melalui para nabi. Hal ini terlihat
pertama kali dalam penciptaan. Penciptaan dunia merupakan penyingkapan dari
sifat Allah. Ia membentuk dunia dengan
“sungguh amat baik” (Kej 1:31). Namun setelah Adam jatuh di dalam dosa, maka
diperlukan suatu penyingkapan diri Allah yang sama sekali baru. Sejak saat itu,
penyingkapan Allah harus bersifat memulihkan kembali hubungan yang rusak dan
terputus itu. Dalam penyingkapan diri Allah yang bersifat sama sekali baru ini,
Allah menyingkapkan diri-Nya melalui:
·
Melalui pertanyaan
Allah datang kepada Adam
dengan Firman berupa pertanyaan: “Di manakah engkau?” (Kej 3:9).
Pertanyaan Allah ini bukanlah suatu permintaan informasi, sebab Dia Allah yang
tahu segala sesuatu. Tetapi ini merupakan suatu usaha untuk membawa Adam dan
Hawa kembali kepada-Nya, untuk menunjukkan kasih setia-Nya kepada mereka.
Maksud yang serupa juga
terkandung dalam pertanyaan kepada Kain:
“mengapa mukamu muram? (Kej 4:6) ; Di manakah adikmu? (Kej
4:9); Apakah yang telah kau perbuat? (Kej 4:10).
Allah tahu apa yang
terjadi, namun Ia mengharapkan Kain mengakui perbuatannya dan kembali
kepada-Nya. Jadi dari semula, reaksi Allah terhadap dosa manusia adalah
menyakatakan kemurahan-Nya.
·
Melalui perintah
Selanjutnya, Allah
menyatakan diri-Nya melalui Firman berupa perintah. Dalam Kejadian 12, ketika
Allah memanggil Abraham, Ia tidak mengidentifikasikan diri-Nya dengan apapun,
melainkan langsung memberi perintah: “Pergilah dari negrimu........”
Perintah itu sederhana dan sangat jelas. Setelah perintah itu ditegaskan,
barulah segera menyusul suatu janji: “Aku akan membuat engkau menjadi
bangsa yang besar dan memberkati engkau ”. Di sini perhatian
Allah tetap tertuju kepada semua bangsa, namun dimulai dengan ditetapkannya
sebuah hubungan dengan Abraham.
·
Melalui Nama
Selanjutnya Allah
menyatakan diri dengan mengidentifikasikan diri-Nya melalui sebuah nama. Dalam
Kej 17:1, Allah mengidentifiikasikan diri-Nya dengan nama El Shaddai,
yang artinya berpusat pada kemahakuasaan-Nya. Pengungkapan nama Allah
kepada Abraham, memiliki arti yang penting, karena nama itu mengungkapkan
sesuatu tentang sifat orang. Nama merupakan bukti hubungannya dengan yang
menyandang nama itu. Jadi pengungkapan nama
El Shaddai kepada Abraham mengandung arti, meskipun Dia Allah yang
maha mulia dan maha kuasa, Ia rela membiarkan diri-Nya dikenal oleh manusia.
Penyingakapan diri Allah
dengan sebuah nama, juga terlihat dalam Kej 28:13, dimana Ia memperkenalkan
diri-Nya kepada Yakub: “Akulah TUHAN,
Allah Abraham dan Ishak...” Pada nama ini, Allah mencantumkan
hubungan-Nya dengan Abraham. Ini sangat berbeda dengan alah kaum
berhala, yang biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan nama tempat tertentu.
Tetapi Allah yang hidup mengidentifikasikan diri-Nya dengan nama orang-orang.
·
Melalui Penampakkan
Selanjutnya, Allah
menyingkapkan diri-Nya dengan penampakkan sebagai “Malaikat TUHAN” (Kel 3:2). Dalam penampkkan
ini, Allah berjanji untuk melepaskan umat Israel dari perbudakan Mesir. Ketika
Musa bertanya tentang nama itu, Allah menjawab: “AKU ADALAH AKU” yang artinya
Allah memberikan arti dasar bagi kepribadian-Nya sendiri, bahwa Dia adalah
jaminan bagi keberadaan-Nya yang terus menerus ada.
Kemudian waktu Firaun
menolak permintaan Musa, Allah
meyakinkan Musa tentang kelepasan yang dijanjikan-Nya , dengan memperkenalkan
diri-Nya: “Akulah TUHAN (YAHWEH)”. Dalam hal ini, Allah tidak menuntut suatu
nama yang sama sekali baru, melainkan suatu pengertian baru tentang
kehadiran-Nya yang akan dikaitkan dengan nama ini.
·
Melalui perbuatan
Selanjutnya Allah
menyingkapkan diri-Nya melalui perbuatan-perbuatan. Dalam Kej 19:3-20:1-2,
Allah berkata kepada Musa: “Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan”. Penegasan ini menunjukkan bahwa pertemuan
pribadi dengan pribadi, menjadi penyingkapan melalui tindakan-tindakan-Nya. Ini
merupakan suatu kemajuan dalam penyingkapan diri Allah. Tindakan-tindakan Allah
dalam PL, merupakan bukti, tanda dan perluasan dari kehadiran Allah.
Kemudian dalam Kel
33:18-23; Musa meminta Tuhan memperlihatkan kemuliaan-Nya. Allah menolak karena
manusia berdosa tidak dapat memandang-Nya dan tetap hidup. Tetapi Allah bejanji
untuk menyatakan kebajikan-Nya di depan Musa. Di sini Allah ingin
memperlihatkan kemuliaan-Nya dalam hubungan-Nya dengan sifat-sifat-Nya dan
bukan penampilan-Nya.
Kemudian Dalam Kel 34:5-10,
Allah turun dalam awan dan berdiri di hadapan Musa, serta “menyerukan nama-Nya
Tuhan..Tuhan”. Nama ini berarti penyayang dan pengasih, panjang sabar dan
berlimpah kasih setia. Ini bertujuan untuk meneguhkan perjanjian sebelumnya.
·
Melalui para Nabi
Selanjutnya, Allah
menyingkapkan diri-Nya kepada para nabi. Para nabi menerima panggilan melalui
Firman Allah yang ditujukan langsung kepada mereka secara pribadi dan hal ini mengakibatkan
keadaan mereka sama sekali baru bagi orang tersebut. Dalam panggilan para nabi ini, Firman
penjelasan mendahului kejadian, sehingga mengungkap makna peristiwa itu.
Selanjutnya Allah tidak berbuat sesuatu tanpa mengatakan-Nya kepada para
nabi itu.
Kalvin mengatakan: “Tanpa pengenalan akan
Allah yang benar, kita tidak akan memiliki pengenalan yang benar mengenai
diri.”[1] Tiga
kata-kata penting yang terkandung dalam pernyataan ini, yaitu: Allah, diri sendiri, dan pengetahuan.
Dua kata pertama, Allah dan diri,
mengkontraskan perbedaan antara Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai
ciptaan-Nya. Allah adalah Allah yang berpribadi, Ia berbeda dengan manusia, Ia
tidak berawal karena Ia bukanlah ciptaan. Ia menciptakan segala sesuatu di luar
diri-Nya (langit, bumi, dan semua makhluk-makhluk) dari ketiadaan. Tapi Ia
bukanlah sekedar Pencipta yang kreatif, tetapi juga Allah yang berelasi, yang
secara aktif menyatakan diri-Nya untuk dikenal oleh manusia dan untuk memiliki
persekutuan dengan manusia.
Tanpa kerelaan kehendak-Nya untuk menyatakan
diri, manusia tidak mungkin mengenal sesuatu apapun tentang Allah. Kata ketiga
dalam pernyataan Calvin adalah pengetahuan (khususnya pengetahuan tentang
Allah), yang menekankan pentingnya wahyu dari Allah.
Selanjutnya Allah berkenan menyatakan
diri-Nya kepada manusia, agar manusia dapat mengenali sifat-sifat-Nya dan
kehendak-Nya. Pada umumnya setiap orang
tahu bahwa Allah itu ada dan bahwa Ia telah menciptakan langit dan bumi. Ia
menghukum orang jahat dan memberkati orang benar. Tetapi manusia tidak tahu apa sesungguhnya
yang menjadi sifat-sifat-Nya, apa yang
dipikirkan dan dikehendaki oleh
Allah terhadap Manusia yang diciptakan-Nya. Apa yang ingin Allah berikan kepada
kita untuk melepaskan kita dari dosa dan mengembalikan kita kepada persekutuan
dengan diri-Nya. Oleh karena itu dibutuhkan penyingkapan secara khusus agar
manusia dapat memahami dan mengenali-Nya.
Selebihnya
dari itu, Allah berkehendak untuk menyatakan diri-Nya sehingga kita dapat
melakukan pekerjaan-Nya. Allah memiliki rencana dan pekerjaan bagi seluruh umat
manusia di segala bangsa. Hal ini terungkap dalam janji-Nya ketika Ia
menyatakan diri kepada Abraham. Tujuan utama Allah adalah membawa setiap orang
kembali kepada-Nya dalam hubungan yang harmonis. Tindakan-tindakan Allah ini,
tidak dapat dipahami, kecuali Ia berkenan menyatakan diri-Nya. Untuk itulah Ia
berkenan menyatakan diri-Nya kepada bapak leluhur kita dan para nabi dengan
maksud menunjukkan dan memperkenalkan pekerjaan-pekerjaan-Nya seperti kepada
Musa, sehingga umat manusia dapat melakukannya sebagaimana yang Ia kehendaki.
Dalam PL, penyingkapan diri Allah kepada
manusia melalui kejadian-kejadian maupun Firman, menuntut kualitas moral manusia secara radikal sebagai
tanggapan manusia. Sebagai contoh: Ketika Allah menyatakan dirinya kepada Adam
dan Kain, Ia menuntut kesediaan mereka untuk mengakui tindakan mereka yang
salah agar Allah dapat mengembalikan mereka kepada hubungan yang semula.
Gagasan yang sama berlaku juga bagi Abraham dan bangsa Israel, dimana Abraham
diminta untuk meninggalkan segala keterikatan alamiah dan hidup tidak bercela
di hadapan Allah sebagai dasar atas hubungan Allah dan abraham.
Kesimpulan
Jadi penyingkapan Allah kepada manusia dalam
PL dapat diringkas dalam dua hal, yaitu
kejadian-kejadian dan Firman. Oleh sebab itu, tidak mungkin kita benar-benar
memahami penyingkapan Allah dalam PL
kecuali kita peka terhadap aneka ragam pengungkapan diri Allah dalam bentuk
Firman dan kejadian.
Penyingkapan diri Allah dalam PL selalu
membawa kepada suatu hubungan Pribadi antara Allah dengan umat-Nya. Jika
persekutuan ini terwujud, maka kita akan tahu sifat Allah melalui ungkapan
diri-Nya tersebut.
Penyingkapan diri Allah, manuntut kualitas
moral manusia secara radikal sebagai tanggapan manusia kepada Allah. Jadi sejak
semula, hubungan Allah dengan umat-Nya mempunyai dimensi moral. Setiap janji
didasari dengan tuntutan moral yang radikal. Sesungguhnya dalam tanggapan
manusia yang sungguh-sungguh ini, manusia menyadari dan mengalami sifat serta
kebebasan yang hakiki.
TIGA PERTANYAAN PENTING DAN JAWABAN
1.
Bagaimana Allah menyingkapkan dirinya kepada manusia dalam PL?
Penyingkapan diri Allah dalam PL, dapat diringkas dalam dua hal, yaitu:
Melalui kejadian-kejadian dan melalui Firman. Sejak manusia jatuh dalam dosa,
Allah menyatakan diri dalam PL dengan maksud untuk memulihkan hubungan manusia
dengan Dia. Penyingkapan diri Allah ini dilakukan melalui: Pertanyaan,
Perintah, Nama. Penampakkan, Perbuatan, dan Para Nabi.
2.
Mengapa Allah Perlu Menyingkapkan Diri-Nya Bagi Manusia?
Allah berkenan menyatakan diri-Nya kepada manusia, agar manusia dapat
mengenali sifat-sifat-Nya dan kehendak-Nya.
Pada umumnya setiap orang tahu bahwa Allah itu ada dan bahwa Ia telah
menciptakan langit dan bumi, Ia menghukum orang jahat dan memberkati orang
benar. Tetapi manusia tidak tahu apa sesungguhnya
yang menjadi sifat-sifat-Nya, apa yang
dipikirkan dan dikehendaki oleh
Allah terhadap Manusia yang diciptakan-Nya. Apa yang ingin Allah berikan kepada
kita untuk melepaskan kita dari dosa dan mengembalikan kita kepada persekutuan
dengan diri-Nya. Oleh karena itu dibutuhkan penyingkapan secara khusus agar
manusia dapat memahami dan mengenali-Nya.
Selebihnya dari itu, Allah
berkehendak untuk menyatakan diri-Nya sehingga kita dapat melakukan
pekerjaan-Nya. Allah memiliki rencana dan pekerjaan bagi seluruh umat manusia
di segala bangsa.
Tindakan-tindakan Allah
ini, tidak dapat dipahami, kecuali Ia berkenan menyatakan diri-Nya. Untuk
itulah Ia berkenan menyatakan diri-Nya kepada bapak leluhur kita dan para nabi
dengan maksud menunjukkan dan memperkenalkan pekerjaan-pekerjaan-Nya.
3.
Apa Tanggapan Manusia Terhadap Penyingkapan Diri Allah?
Dalam
PL, penyingkapan diri Allah kepada manusia melalui kejadian-kejadian maupun
Firman, menuntut kualitas moral manusia
secara radikal sebagai tanggapan manusia. Sifat penyingkapan Allah ini,
sekaligus merupakan panggilan untuk berbuat, mengikuti dan menaati. Ini
terlihat melalui perintah lebih ditekankan dari pada keterangan atau
penjelasan.
Catatan:
Karya ini
dilindungi Undang-undang Hak Cipta pasal 72 No. 19 ayat 1 dan 2 tahun 2002.
Boleh dicopy untuk digunakan sebagai bahan
pengajaran, dengan mencantumkan alamat penulisan: (http//materikuliahS2melkiorayub.com).
Terimakasih, Tuhan Yesus memberkati
Daftar Pustaka
[1]
John Calvin, Institutes of the Christian Religion,
ed. John T. McNeill (PA: Westminster Press, 1960), hal. 37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar