Minggu, 28 Juni 2015

Teologi Kitab Rut



 
TEOLOGI KITAB RUT
Oleh: Ayub Melkior, S. Th

Pendahuluan
Kitab Rut menyajikan kisah Rut. Ia adalah seorang perempuan Moab. Ia menikah dengan soeorang Betlehem di Moab. Setelah suaminya itu meninggal, maka Rut bersama dengan ibu mertuanya yang bernama Naomi, kembali ke negeri Mertuanya Naomi, yaitu Betlehem, di tanah Yehuda. Di sana Rut dinikahi oleh Boas, seorang sanak saudara suami Rut, sesuai dengan hukum Levirat (Ul 25:5-10; Rut 4:1-9). Dari perkawinan itu lahirlah Obed, nenek moyang raja Daud.

Latar Belakang Kitab Rut
Kitab Rut ditempatkan setelah Kitab Hakim-hakim, untuk semacam memancarkan cahaya ke dalam kegelapan yang ada pada zaman Hakim-Hakim. Masa hakim-hakim, adalah masa maksiat. Pembunuhan, peperangan, pemerkosaan dan penjarahan atau perampasan merupakan kejadian sehari-hari. “Pada zaman itu, tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri” (Hak 21:25)

Iming-iming dari allah lain, godaan untuk memisahkan kepedulian Yahweh dari kehidupan sehari-hari, kekacauan sosial, kerasnya hukuman Allah, semua ini merupakan hal-hal utama yang mencirikan “zaman para hakim memerintah”. Hal ini menyebabkan suasana menakutkan dan sukar bagi orang , untuk percaya kepada pemeliharaan Allah.

Meskipun ditulis setelah kejadian-kejadian yang digambarkan ini, kisah kitab Rut dilatar belakangi “zaman para hakim memerintah” [1]. Pandangan bahwa kitab ini ditulis pada masa kemudian, didasarkan pada kecenderungan terhadap hal-hal kuno dalam kitab itu, dan pada dugaan bahwa kitab Rut berkaitan dengan pembaharuan pada zaman Ezra dan Nehemia.

Menurut W.S. Lasor, Kitab Rut adalah sebuah kitab di dalam Alkitab yang menceritakan tentang kisah Rut.[2] Mungkin karena menceritakan kisah Rut, maka kitab ini diberi nama sesuai dengan tokoh tersebut. Tepat atau tidaknya penamaan di atas tergantung pada perspektif yang dipakai. Jika dilihat dari sisi sastra, Rut memang memiliki peranan penting dan layak dijadikan judul kitab. 

Dari sisi teologis penamaan ini tidak terlalu tepat. Kitab ini berkali-kali memberi petunjuk yang jelas bahwa aktor utama di balik semua episode adalah Tuhan.  Pemeliharaan TUHAN atas umat-Nya di Betlehem merupakan alasan mengapa Naomi memutuskan pulang (1:6); Naomi mengharapkan semua kebaikan TUHAN bagi kedua menantunya (1:8-9); Naomi pun menyadari bahwa ada tangan TUHAN di balik semua penderitaan yang ia alami (1:13, 20-21); Salah satu alasan utama Rut tetap berpaut kepada Naomi adalah karena TUHAN (1:16-17); Tindakan Rut ini diketahui dan dipuji oleh Boas (2:11-12); Naomi lalu memintakan yang baik dari TUHAN untuk Boas (2:20); Ketika Boas memperisteri Rut, para tua-tua mengharapkan yang baik dari TUHAN untuk Boas dan Rut (4:11-12); Kelahiran anak Boas da Rut pun disebutkan sebagai karunia TUHAN (4:13-14). 

Secara historis, kitab ini menguraikan berbagai peristiwa dalam kehidupan suatu keluarga Israel pada zaman para hakim (Rut 1:1). Secara geografis, Kitab ini dibagi dalam 4 daerah atau lokasi yang berbeda, yaitu: Negara Moab (1:1-18); Tanah lapang di Betlehem (1:19-2:23); Tempat pengirikan di Betlehem (3:1-18); dan Kota Betlehem (4:1-22). Secara liturgis, kitab ini menjadi salah satu dari lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu “Hagiographa” (Tulisan-Tulisan Kudus). Tiap-tiap tulisan ini dibacakan di depan umum pada salah satu hari raya Yahudi tahunan. Karena drama inti dalam kitab ini terjadi pada waktu panen, kitab ini biasanya dibaca pada Hari Raya Panen(Pentakosta). [3]
                                                                                                                

Waktu Penulisan Kitab Rut
Mengenai waktu penulisan kitab Rut, dalam Tafsiran Rut dan Ester, Van Den Bring mengatakan bahwa, Para ahli masih tidak sependapat tentang waktu penulisan kitab Rut yang pasti, namun diperkirakan Kitab Rut ditulis antara zaman awal kerajaan sampai zaman setelah pembuangan.[4] Menurut Ensiklopedi Alkitab, Berdasarkan tradisi, Penulis kitab Rut adalah hakim terakhir yaitu Samuel, nabi, yang juga adalah imam.[5] Dengan latar belakang zaman Hakim-hakim, namun ditulis dikemudian hari, karena penulis memaparkan tradisi dulu (Rut 4:1-12). Gaya klasik dan bahasanya mengacu pada masa dini, demikian juga sikap terhadap perkawinan asing, sebab orang Moab tidak boleh masuk ke dalam umat Tuhan.

Tujuan Penulisan Kitab Rut
Bila tujuannya hanyalah untuk mengisahkan suatu cerita yang baik, maka penulis kitab ini, telah berhasil mencapai tujuannya. Tetapi lebih dari itu, kitab ini ditulis dengan maksud-maksud tertentu. Sedikitnya ada Lima tujuan pokok dalam penulisan kitab ini, yaitu;
1.      Merupakan catatan anti separatis yang ditulis untuk melawan sikap keras Ezra (Ezra 10) dan Nehemia, dalam menentang perkawinan campuran (Neh 13: 23-27).
                
2.      Mencatat tentang suatu kisah yang menunjang toleransi ras

3.      Dimaksudkan untuk memberikan silsilah raja akbar Israel, yaitu Daud.

4.      Mencatat tentang pemeliharaan Allah bagi mereka yang percaya kepada-Nya (walaupun bukan dari bangsa Israel).

5.      Untuk melestarikan sebuah kisah indah pada masa hakim-hakim mengenai sebuah keluarga saleh yang tetap setia dalam penderitaan, yang sangat kontras dengan kemerosotan rohani dan moral bangsa Israel pada masa itu.

Posisi Kitab Rut Dalam Kanon
Dalam Alkitab LAI, Rut terdapat sesudah Hakim-hakim, sebagaimana halnya dalam terjemahan LXX dan Vulgata. Tetapi dalam Alkitab cetakan Ibrani, Rut tampil dalam bagian terakhir, yang diterima selaku kitab yang Kanonik, dimana kitab ini merupakan yang kedua dari kelima surat gulungan yang dipergunakan secara liturgis dalam rumah sembahyang.

Talmud Babilonia yang lebih tua dari abad ke 6, memulai Ketubim dengan Rut, disusul oleh Mazmur. Daftar-daftar lain, mencatat Rut merupakan yang pertama dari kelima surat gulungan, karena memang secara kronologis, kitab inilah yang pertama, kemudian dipindahkan ke tempat yang cocok secara historis, yakni antara Hakim-hakim dan Samuel.[6]

Lebih jauh, urutan seperti ini, sekaligus berfungsi untuk menampilkan sebuah kontras yang ironis antara dua kitab tersebut: Kitab Hakim-hakim menjelaskan bagaimana orang-orang Israel meninggalkan TUHAN dan mengikuti para illah kafir, sedangkan Kitab Rut menggambarkan seorang Moab yang rela meninggalkan para illahnya untuk berpaut kepada TUHAN.

Garis Besar Kitab Rut
Struktur Kitab Rut dapat digambarkan sebagai berikut:
-       Pendahuluan : Kepergian ke tanah Moab dan tragedi di tanah Moab (1:1-5)
-       Kembali ke Betlehem (1:6-22)
-       Pertemuan antara Rut dan Boas (2:1-23)
-       Rencana Naomi dan keberhasilannya (3:1-18)
-       Perkawinan Rut & Boas di depan publik (4:1-12)
-       Kelahiran Obed, kebahagiaan Naomi (4:13-17)
-       Penutup: silsilah Daud dari Peres (4:18-22)





Ciri-ciri Khas Kitab Rut
 
Enam ciri utama yang menandai kitab Rut antara lain adalah:
 
1.      Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab dalam Alkitab yang memakai nama seorang wanita (yang satunya adalah Ester).
 
2.      Kitab ini ditulis dengan latar belakang gelap dari ketidaksetiaan dan kemurtadan Israel sepanjang masa hakim-hakim, sambil menguraikan sukacita dan kesusahan sebuah keluarga yang saleh di Betlehem selama masa yang kacau-balau itu.
 
3.      Kitab ini menunjukkan bahwa rencana penebusan Allah juga mencakup orang bukan Israel, yang pada masa PL ditempatkan dalam kemakmuran Israel setelah bertobat dan beriman kepada Tuhan.
 
4.      Penebusan adalah tema inti sepanjang kitab ini dengan peranan penebus-kerabat Boas sebagai salah satu gambaran atau lambang PL yang paling jelas mengenai pelayanan syafaat Yesus Kristus.
 
5.      Ayat yang paling terkenal dalam kitab ini adalah pernyataan Rut kepada Naomi ketika masih berada di Moab, "Kemana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku" (Rut 1:16).
 
6.      Kitab ini memberikan suatu gambaran hidup yang realistis dengan pergumulan dan kesedihan, namun menjelaskan bagaimana iman dan kesetiaan dari umat yang saleh memungkinkan Allah mengubah suatu tragedi menjadi kemenangan dan kekalahan menjadi penebusan.
 
 
Pesan Dalam Kitab Rut
 
Pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam Kitab ini antara lain adalah: 
 
1.      Bhwa pergumulan dan kesedihan, bisa saja melanda manusia siapapun, namun dengan iman dan kesetiaan kepada Allah, memungkinkan Allah mengubah suatu tragedi menjadi kebaikan dan kekalahan menjadi kemenangan.
 
2.      Bahwa kelak keselamatan tidak hanya terbatas untuk bangsa Israel saja melainkan untuk semua bangsa yang percaya kepada Allah.
 
3.      Bahwa penyerahan total kepada Allah memerlukan suatu pengorbanan misalnya meninggalkan tanah asal, keluarga dan kebudayaan tertentu ( bandingkan sikap Rut dengan Orpa).
 
4.      Bahwa penebusan Rut oleh Boas merupakan suatu gambaran yang indah tentang penebusan manusia kelak melalui Kristus dimana Kristus mau menebus manusia karena Ia berhak, berkuasa dan berkeinginan untuk menebus.
 
 
Penggenapan Kitab Rut Dalam Perjanjian Baru
 
Ada Empat kebenaran PB yang tersirat dalam kitab ini, yakni:
 
1.      Kesengsaraan yang dialami manusia menjadi kesempatan bagi Allah untuk memajukan maksud-maksud penebusan-Nya yang akbar (bd. Fili 1:12).
 
2.      Termasuknya Rut dalam penebusan menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam Kerajaan Allah bukanlah karena keturunan, tetapi karena menyesuaikan kehidupan dengan kehendak Allah oleh iman yang nyata dalam ketaatan (Rom 1:5; bd. Rom 16:26).
 
3.      Kedudukan Rut dalam daftar keturunan Daud dan Yesus (lih. Mat 1:5) menandakan bahwa semua bangsa akan diwakili di dalam kerajaan "Putera Daud" (Wahy 5:9; Wahy 7:9).
 
4.      Boas sebagai penebus-kerabat adalah lambang dari Penebus agung, yang digenapi oleh Yesus Kristus (Mat 20:28; lih. Rut 4:10).


Isi Kitab Rut     

Isi kitab Rut dapat diceritakan sebagai berikut: Bencana kelaparan memaksa Elimelekh dan istrinya Naomi untuk pergi dari rumah mereka di Israel menuju negeri Moab. Di sana Elimelekh meninggal dan Naomi ditinggalkan dengan kedua orang puteranya Makhlon dan Kilyon, yang menikah dengan dua gadis Moab, yaitu Orpa dan Rut. Setelah itu, kedua puteranya juga meninggal dan Naomi hidup sendiri bersama Orpa dan Rut di tanah asing. Karena mendengar bahwa di Betehem sudah terjadi pemulihan, maka Naomi pulang ke Betlehem.

Saat perjalanan pulang ke Betlehem Naomi mendesak kedua menantunya, untuk pulang ke negri mereka masing, lalu Orpa kembali kepada orang tuanya, tetapi Rut berketetapan hati untuk tinggal bersama Naomi. Rut akhirnya menikah dengan seorang pria kaya bernama Boas, yang kemudian melahirkan seorang putera bernama Obed yang merupakan kakek Daud, dan Rut mendapatkan sebuah posisi terhormat dalam silsilah garis keturunan raja, yaitu Yesus Kristus.

Dari segi sastra, kisah dalam Kitab Rut ini merupakan salah satu kisah yang sangat menyentuh perasaan, mengharukan dan juga menegangkan. Sebagian tokoh yang disebutkan dalam Kitab Rut, seperti Elimelekh, Mahlon, Kilyon dan Orpa, berperan sebagai tokoh netral, sedangkan beberapa yang lain tampil sebagai sosok yang luar biasa (Rut, Naomi).

Faktor lain yang menambah keindahan kisah ini adalah alur ceritanya. Kisah ini dimulai dengan keadaan yang tidak enak, yaitu kelaparan (1:1). Keluarga Elimelekh pergi ke Moab dengan penuh harapan. Selanjutnya keluarga ini mengalami berbagai masalah (1:3-6) yang membuat keadaan mereka sekarang jauh lebih buruk dari pada keadaan mereka ketika pertama kali memutuskan pergi ke Moab (1:20-21). Kepulangan Naomi dan Rut ke Betlehem dimulai dengan keputusasaan, namun di akhir cerita, mereka justru menemukan kebahagiaan (4:1-17).

Kisah tentang Rut, dapat diringkas sebagai berikut:  Ini adalah perkawinan dengan Ipar laki-laki (Levirat), yang dijelaskan dalam Ulangan 25:5-10, bahwa apabila seorang laki-laki di Israel meninggal dan belum memiliki anak laki-laki, maka kewajibannya terletak pada seorang penebus, yaitu kerabat terdekatnya dengan mengawini janda tersebut dan mendapatkan anak laki-laki “supaya namanya tidak terhapus dari Israel”(ay 6). Walaupun suaminya, seorang Israel sudah meninggal, Rut tetap menunjukkan kesetiaannya terhadap ibu mertuanya (Naomi) yang berbangsa Israel itu, dan selalu beribadat kepada Tuhan.

Titik balik dalam kisah Kitab Rut adalah upaya Naomi yang membujuk Boas supaya menerima kewajiban tersebut, meskipun Boas sebenarnya kerabat jauh. Namun ketika Boas hendak bertindak sebagai penebus, timbul suatu permasalahan, yaitu masih ada kerabat yang lebih dekat dibanding Boas dan orang itu lebih berhak sebagai penebus. Oleh karena Boas tidak mau mengabaikan hak orang itu, ia mengumpulkan para tua-tua di pintu gerbang kota dan mengundang kerabat yang lebih dekat itu supaya hadir.  Di sana Boas memberitahukan kepada kerabatnya itu perihal tanah Elimelekh yang hendak dijual oleh Naomi.

Pertama-tama kerabat itu mempersoalkan tanah Elimelekh dan bukan perkawinan itu. Boas pun memberitahu bahwa jika kerabat itu mau menebus tanah Elimelekh, maka kerabat itu memiliki kewajiban ganda, yaitu setelah membeli tanah itu, kerabat itu berkewajiban untuk mengawini Rut dan mewariskan tanah yang dibelinya itu kepada anak yang akan lahir dari perkawinannya dengan Rut. Namun, ternyata kerabat itu tidak sudi melakukan kewajiban itu sehingga ia menyerahkan haknya kepada Boas.

Pada akhir kisah ini, Rut mendapat seorang suami baru dari antara sanak saudara mendiang suaminya, yaitu Boas.  Melalui pernikahannya yang kedua ini Rut menjadi nenek buyut Daud, raja Israel yang terbesar.  Kisah dalam Hakim-hakim menunjukkan kesukaran-kesukaran yang terjadi karena umat Tuhan meninggalkan Tuhan, sedangkan kisah Rut ini, menunjukkan berkat-berkat yang diberikan Tuhan kepada seorang asing yang meninggalkan allahnya untuk percaya dan setia kepada Tuhan Allah Israel.

Teologi Dalam Kitab Rut

Badai kelaparan telah berlalu dan Allah telah menunjukkan lagi kemurahannya terhadap umat-Nya. Kemurahan hati Allah itu terlihat pada Naomi yang sudah janda, kembali ke Betlehem bersama Rut menantunya. Orpa dengan sedih pulang ke rumah orang tuanya dan berharap akan dapat menikah lagi, tetapi Rut tidak mau membiarkan  Naomi sendiri, ia memilih untuk hidup di tengah-tengah bangsa Naomi dan yang paling penting ia memilih Allah Naomi.

KemurahanTuhan sebagaimana yang terungkap dalam pasal 1:8-9, mencakup pengertian kesetiaan Allah pada perjanjian-Nya. Oleh kemurahan Allah itu, dan komitmen untuk setia sampai mati, Rut tetap bersama Naomi tiba di Betlehem.

Kisah yang mengharukan ini, tidak hanya menampilkan loyalitas Rut yang luar biasa kepada Naomi, sehingga ia disebut “lebih berharga dari pada tujuh anak laki-laki” (4:15),  tetapi juga mengandung pelajaran Teologi. Setiap tokoh utama dan peristiwa dalam kitab ini, menyaksikan tentang beberapa hal yang bersifat telogis. Antara lain adalah:

Pertama, Teologi Tentang TUHAN dalam rencana-Nya.

Tokoh utama (Rut dan Naomi) menunjukkan keyakinan yang dalam pada Tuhan. Oleh sebab itu, pembaca Kitab Rut, harus melihat keutamaan TUHAN dalam kisah ini. Nama “Yahweh”  muncul 18 kali dalam kitab ini.[7]  Hal ini menunjukkan bahwa TUHAN adalah tokoh paling penting di setiap babak dalam kisah ini. Walaupun Ia yang berada di balik semua penderitaan dan keputusasaan Naomi (1:20-21), namun Ia juga yang mengubah keadaan itu menjadi sebuah sukacita (4:11-14); Walaupun ada kelaparan (1:1), kematian (1:3-4) dan keputusasaan (1:11-13), tetapi TUHAN tetap berdaulat dalam merealisasikan rencana-Nya.
                                                        
Nama Yahweh telah disingkapkan dengan jelas pada zaman Keluaran, ketika Allah melepaskan orang Israel dari perhambaan, membawa mereka ke Sinai dan mengadakan perjanjian dengan mereka. Jadi, Memakai nama Allah yang hidup dalam mengatakan sesuatu, adalah mengingat penyelamatan karena kasih setia-Nya dan jaminan akan janji dalam perjanjian-Nya.[8]

Keterangan  ini, mengantar pembaca kitab Rut untuk melihat lebih lebih cermat penyebutan nama TUHAN dalam kisah ini. Ungkapan “Demi Tuhan yang hidup” dalam pasal 3:13, menggaris bawahi keyakinan bahwa: Tuhan adalah pribadi yang dekat; sadar tentang kehidupan perorangan, dan sekalipun Ia mengajar melalui kelaparan dan kematian, Ia jugalah yang mengubah kemandulan menjadi kesuburan, dan memberikan upah sebagai ganjaran kepada mereka yang menaruh kepercayaan kepada-Nya.

Nama Ilahi lainnya yang disebutkan dalam kitab ini adalah, El Syaddai, (Allah yang maha kuasa) diucapkan oleh Naomi, ketika ia sudah lelah oleh karena perjalanannya, ia bertemu dengan para bekas tetangganya yang dulu dan dengan rindu mengenang kembali pernikahannya di Betlehem (1:20-21). Dengan meng-elakan nama yang intim, yaitu “Allah yang hidup” dan menggantikan dengan “Yang Mahakuasa”, menunjukkan bahwa Naomi merasa terasing, hal ini mengindikasikan bahwa kepercayaan Naomi kepada Allah mengalami kesuraman.

Penggunaan nama El Syadday oleh Naomi, menggaris bawahi ketidak berdayaan manusia yang dapat berbicara kepada Tuhan yang sanggup mengubah keadaan-keadaan yang melemahkan manusia. Sekalipun Kepercayaan Naomi suram,  namun ia tetap sadar kebutuhannya akan Allah, bahwa “Yang Mahakuasa” akan sanggup melakukan hal-hal yang besar dan Ia tidak biasanya mengecewakan.
Selanjutnya,di sini juga terlihat bahwa, kunci keberhasilan Rut terletak pada sikapnya yang tetap berpaut kepada Tuhan Allah Israel (1:16-17) dan berlindung di bawah sayap-Nya (2:12).

Jadi sangat jelas bahwa, kisah ini, secara teologis, ingin menunjukkan bahwa, Allah dalam rencana-Nya, tidak pernah berubah setia. Ia pasti memelihara janji-Nya dengan kuasa-Nya, sampai tergenapi. Kalaupun terjadi kelaparan, penderitaan bahkan yang paling pilu, itu semua terjadi “di dalam” rencana-Nya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, tatkala kepercayaan kepada Allah terancam oleh banyak hal yang gelap dan menakutkan,kegiatan iman yang masih kukuh akan menuntun kepada kepastian dan sukacita dalam jaminan pemeliharaan Allah, oleh karena rencana-Nya.

Kedua, Teologi Tentang Kasih Karunia Allah Yang Begitu Besar.

Dalam pasal 1:8, terdapat ungkapan “Tuhan kiranya menunjukkan kasih-Nya kepadamu”.  Perkataan ini berhubungan erat dengan perjanjian, karena dalam Ulangan 7:9, kasih Allah ditunjukkan sebagai jaminan atas perjanjian-Nya. Dalam perjanjian, nampak  kasih karunia Allah yang besar, melalui penghampiran yang ramah dari Allah kepada manusia yang berdosa. Rut, wanita Moab itu, dikatakan: “menunjukkan kasih setia atau kasih karunia Allah kepada Naomi” (3:10)

David Atkinson menjelaskan bahwa, Moab adalah bangsa yang terkenal tidak ramah. Mereka adalah penyembah dewa Kamos, dewa yang menuntut manusia sebagai korban persembahan (Bil 21:29). Oleh sebab itu, mereka tidak boleh diterima dalam persekutuan orang Israel (Ul 23:3-4)[9]

Tetapi terlihat dalam kitab ini, bahwa kata “Moab” diulang-ulang. Walaupun sejak awal para pembaca sudah mengetahui bahwa Rut adalah orang Moab, namun dengan pemunculannya yang diulang-ulang, kata ini hendak dipakai untuk menjelaskan identitas Rut (1:22; 2:2, 6, 21; 4:5, 10). Penyebutan seperti ini jelas bukan sekadar berfungsi sebagai identifikasi, tetapi sebagai penekanan. Bahwa Rut, wanita Moab itu, memang adalah orang kafir, tetapi sesungguhnya ia telah berbalik, ketika ia mengakui bahwa TUHAN Naomi adalah TUHAN-nya juga. Jadi yang menjadi Allah-nya Rut bukan lagi Kamos, tetapi “Allah yang hidup”.

Penekanan sikap “setia”  juga muncul beberapa kali dalam Kitab Rut, yang dikenakan pada sikap Rut yang menunjukkan kesetiaannya kepada Naomi (1:16-17). Kesetiaan ini pun dipuji oleh Boas (3:10). Yang paling penting, sikap ini ditunjukan pada TUHAN, ketika Rut menolak allahnya dan memilih Allahnya Naomi.

Selanjutnya, sejak awal kitab, para pembacapun sudah diberi petunjuk bahwa pernikahan kembali yang akan dimiliki Rut merupakan hasil dari kasih karunia TUHAN (1:8-9). Kebaikan Boas kepada Rut merupakan hasil dari kasih karuni TUHAN (2:20). Penjelasan ini mengajarkan kepada bahwa TUHAN seringkali menunjukkan kasih karunia-Nya ketika manusia juga menunjukkan hal yang sama, walaupun memang kesetiaan TUHAN tidak dibatasi oleh kesetiaan manusia (2Tim 2:13). 

Dengan demikian, Penulis Kitab Rut ingin menegaskan bahwa dalam kasih karunia Allah, orang kafir yang mau berpaut kepada Allah dapat dipakai oleh Tuhan. Di sini, perlu ditegaskan bahwa, penolakan terhadap bangsa Moab pada masa Musa (Ul 23:3-4; bdk. 13:1-2) bukan disebabkan faktor etnis, tetapi sikap mereka yang menentang TUHAN.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, umat Allah yang mencermikan kasih setia terhadap Allah yang hidup dan kasih karunia terhadap sesama dalam pergaulan-pergaulan mereka, maka di situlah Tuhan yang hidup itu bertindak.

Ketiga; Teologi Tentang Penebusan Tuhan (4:5-9).

Menurut Tafsiran Alkitab Masa Kini 1, Istilah “penebus” yang terdapat dalam kitab Rut, dalam bahasa Ibrani adalah “ga’al atau goel”. Kata ini disebutkan dalam kitab Rut sebanyak 20 kali.[10] Hukum Ibrani mengenai “goel” itu tercantum dalam Imamat 25; Bil 35; Ul 19; dan Ul 25.

Menurut Sidlow Baxter, ada tiga kewajiban yang bertalian dengan “goal”, yaitu:
Pertama; “goal” harus menebus saudara dan pusaka saudaranya, menurut kesanggupan, jika saudaranya itu terpaksa menjadi hamba atau menjual pusakanya akibat kemiskinan.

Kedua; “goal” harus melakukan pembalasan, jika saudaranya mati terbunuh.

Ketiga; “goal” harus membangkitkan keturunan bagi saudaranya, jika saudaranya itu mati dengan tidak meninggalkan anak laki-laki.

 Sedangkan syarat bagi seorang “goal” adalah ia harus sanak terdekat atau penebus terdekat. Baxter juga menjelaskan bahwa, setiap sanak yang terdekat adalah “goelim” (goal-goal), tetapi sanak yang paling dekat adalah “goal” itu.[11]

Tradisi tentang kerabat terdekat sebagai penebus memberikan gambaran yang pas untuk karya penebusan Mesias, yaitu:
-       Kerabat atau Penebus itu harus memiliki hubungan darah (bdk. Ibr 2:17)
-       Kerabat atau Penebus itu harus memiliki harta sebagai tebusan (bdk. 1Pet 1:18-19)
-       Kerabat atau penebus itu harus mau menebus (bdk. Yoh 10:18)
-       Kerabat atau penebus itu harus mau menikahi janda yang ditinggalkan (bdk. 2Kor 11:2; Ef 5:32).

Konsep penebusan atau mesianik dalam kitab ini, akan semakin jelas apabila dihubungkannya dengan nama-nama yang berulang-ulang kali disebutkan dalam kisah kitab Rut, dan fakta bahwa semua peristiwa itu terjadi di Betlehem (1:19, 22; 2:4;4:11; bdk. Mat 2:1-6).

Baxter menjelaskan bahwa, cerita ini dimulai dari Betlehem, yang artinya “rumah roti”. (Beth- Bait= rumah; lehem: roti). Tokoh pertama yang disebutkan ialah Elimelekh, yang artinya: “Allahku adalah Raja”. Naomi artinya: Sukacita atau Bahagia. Akibat paceklik, suami-istri ini pergi dari Betlehem, mencari makanan di negri asing, yaitu Moab. Dua orang anak laki-laki, juga dibawanya, yaitu Mahlon, yang artinya “gemar” atau “nyanyian”, dan Kilyon yang artinya “perhiasan” atau “kesempurnaan”.

Di Moab, Elimelekh meninggal, demikian juga Mahlon dan Kilyon. Setelah mengalami dukacita yang mendalam, Naomi pulang kembali ke Betlehem, tetapi bukan lagi Naomi yang artinya “sukacita” atau “manis” atau “bahagia”, melainkan seperti yang dikatakannya sendiri: “Panggil aku mara”, yang artinya “pahit.”[12]

Semua ini adalah lambang bagi Israel, dimana mula-mula Israel didudukkan di tanah Kanaan, dengan Teokrasi yaitu Allah adalah raja. Jadi Israel adalah “Elimelekh” yang dapat berseru: Allah adalah rajaku! Israel menikah dengan Naomi, yaitu Sukacita, bahagia dan diberkati. Lalu karena tidak tahan uji, Israel lalu berkompromi dan meninggalkan kesetiaan akan Tuhan, dengan pergi ke Moab. Di sana, Mahlon dan Kilyon meninggal, artinya pujian syukur dan perhiasannya lenyap. Akhirnya Naomi, yang dahulu bahagia dan sukacita, pulang dengan ‘kosong’ dan ‘pahit’.

Namun sejak Naomi pulang kembali tempat terkemuka diduduki oleh Rut yang artinya ‘menyenangkan’ atau ‘luwes’. Rut adalah lambang dari gereja atau umat tebusan Allah, yaitu jemaat. Baxter menjelaskan bahwa, ada 3 alasan Rut digambarkan sebagai gereja atau jemaat:

1.    Rut seorang asing, yang tidak mempunyai bagian dalam perjanjian Tuhan, namun oleh karena bernaung di bawah perlindungan sayap TUHAN Allah Israel, ia mendapat belas kasihan dari Boas yang artinya: ‘di dalam Dia ada kuat kuasa’. Jadi Jelas bahwa, Boas adalah lambang dari Kristus yang melihat Rut, wanita kafir itu dengan penuh kasih sayang.

2.    Rut tidak menaruh pengharapan kepada orang lain, keculai Boas. Rut pergi ke tempat pengirikan dengan percaya akan kemurahan hati Boas. Di sana ia berbaring pada kaki Boas, dengan maksud memohon belaskasihannya.

3.    Rut diterima oleh Boas, bukan karena Boas berkewajiban secara ketat, melainkan oleh anugerah dan kerelaan hati. Rut bersekutu dengan Boas sebagai Istrinya, beroleh hidup dari hidupnya Boas, harta dari hartanya Boas dan rumah dari rumahnya Boas.[13]

Jadi sangat jelas bahwa semuanya itu merupakan lambang dari penebusan Kristus dan gereja-Nya. Kristus menjadi ‘goal’ atau “penebus” manusia, meskipun Ia tidak berkewajiban secara ketat, namun oleh kasih karunia-Nya. Kristus yang menebus manusia, tidak hanya menebus manusia dari ‘kemalangan’ tetapi Dia menjadikan mereka pengantin bagi Dia, supaya mereka yang ditebus juga mendapat hidup dari hidup-Nya, warisan dari hartan-Nya dan rumah dari Rumah-Nya, yaitu Sorga abadi selama-lamanya.


Keempat; Teologi Tentang Kesetiaan TUHAN Terhadap Janji-Nya.
Terlihat jelas dalam kisah ini, bahwa sekalipun Naomi adalah pengikut setia Tuhan, namun ia mengalami kemalangan besar. Ia dan keluarganya menderita dampak-dampak bencana kelaparan dan terpaksa mengungsi (ayat Rut 1:1). Lagi pula, Naomi kehilangan suaminya (ayat Rut 1:3) dan kedua putranya.  Dalam sebuah ungkapan, Naomi merasa kemalangannya menunjukkan bahwa Allah tidak lagi berkenan kepadanya, melainkan memusuhinya (Rut 1:13,20-21).
Pandangan pribadi ini ternyata salah (4:14-15). Diakhir dari kisah itu menunjukkan bahwa Allah tetap setia memperhatikan umat-Nya, serta bekerja melalui orang lain untuk menolong umat-Nya pada saat-saat mereka memerlukan-Nya. Seperti halnya Naomi, orang percaya mungkin setia kepada Kristus, namun mengalami kesusahan besar dalam hidupnya; hal ini tidak berarti bahwa Allah telah meninggalkan mereka atau sedang menghukum mereka, melainkan Dia setia pada janji-janji-Nya yang telah diucapkan-Nya kepada umat-Nya.

Selanjutnya, di akhir Kitab Rut disinggung tentang Yehuda dan keturunannya. Keterkaitan dengan Yehuda, baik dalam posisinya sebagai nenek moyang Daud maupun kemiripan kisah yang ada, semakin memperkuat kesan bahwa kesetiaan TUHAN tersebut sangat berhubungan dengan tema perjanjian(4:11-12, 18; bdk. Kej 38). Sama seperti janji kepada para leluhur dalam Alkitab yang menghadapi berbagai bahaya, misalnya kelaparan (Kej 12:10; 26:1; 42:1) dan kemandulan (Kej 11:30; 18:11; 25:12; 29:31), tetapi TUHAN mampu menepati janji-Nya, demikian pula dalam kisah Rut. Kelaparan, kematian dan ketiadaan anggota keturunan di keluarga Naomi, tetap tidak dapat menghalangi TUHAN dalam menepati janji-Nya.


Kesimpulan

Melalui kisah dalam Kitab Rut, terlihat sebuah Teologi bahwa, kasih dan kesetiaan Allah merupakan milik Allah dan diberikan kepada umat-Nya. Dalam hal ini Allah menunjukkan kepada umat-Nya kasih karunia, pada hal sebenarnya umat-Nya tidak layak menerimannya. Ada juga hukum supaya umat-Nya mengasihi Allah, tetapi hal ini bukan kasih sayang yang mendalam kepada pribadi Allah, melainkan lebih ditekankan kepada perintah untuk setia kepada Allah oleh karena Dia Allah yang setia.

Penerapan/ Aplikasi

Dengan melihat kasih dan kesetiaan Allah yang begitu konsisten dan tidak berubah, maka umat Allah hendaknya tetap setia kepada Tuhan Allah, dalam iman dan keyakinan terhadap janji-janji-Nya, karena walaupun Dia yang mengijinkan kesedihan dan keputusasaan, Dia juga yang mengubah air mata menjadi sukacita. ***





Karya ini dilindungi Undang-undang Hak Cipta pasal 72 No. 19 ayat 1 dan 2 tahun 2002







Daftar Pustaka

1.      David Atkinson, The Message Of Ruth, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000
2.      W.s Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gung Mulia, 2005
3.      DC Mulder, Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama, Jakarta: Fasto, 1963
4.      Van Den Bring, Tafsiran Rut dan Ester, Jakarta: BPK Gung Mulia, 1979
5.      Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jilid M-Z), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
6.      Tafsiran Alkitab Masa Kini (Kejadian-Ester), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1976
7.      Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab (Jilid 1 Kejadian-Ester), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012




[1] David Atkinson, The Message Of Ruth, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000, hal. 34
[2] W.s Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gung Mulia, 2005, hal. 317-320
[3] DC Mulder, Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama, Jakarta: Fasto, 1963, hal. 221
[4] Van Den Bring, Tafsiran Rut dan Ester, Jakarta: BPK Gung Mulia, 1979, hal. 16.
[5] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jilid M-Z), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008, hal. 334
[6] Tafsiran Alkitab Masa Kini (Kejadian-Ester), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1976, hal. 428
[7] Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 (Kejadian-Ester), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983, hal 428
[8] Ibid, Hal, 428
[9] David Atkinson, The Message Of Ruth, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000, hal. 44

[10] Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 (Kejadian-Ester), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983, hal. 428
[11] Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab (Jilid 1 Kejadian-Ester), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012, hal 294
[12] Ibid, hal. 296
[13] Ibid, hal. 297-298