Oleh: Ayub
Melkior, S.Th
Teori
Menurut Paham Konvergensi
Paham
Konvergensi ini, dipelopori oleh William Stern. Paham ini berpendapat bahwa
perkembangan kepribadian manusia bukan saja disebabkan dari faktor pembawaan
dan faktor lingkungan, tetapi juga dipengaruhi oleh kerja sama antara faktor
pembawaan dan faktor lingkungan. Misalnya
seoarang Anak yang lahir dengan bakat sebagai penyanyi. Agar ia dapat
berkembang menjadi seorang penyanyi, maka ia perlu suatu lingkungan, untuk mempengaruhi
bakat pembawaannya, sehingga ia dapat berkembang. Jadi
perkembangan adalah traksasi antara pembawaan invidu dengan lingkungan yang sesuai dengan maksud perkembangan
dirinya. Dalam hal ini berarti, individu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan.
Hakekat
Manusia Dalam Psikologi Perkembangan
Berdasarkan
Kejadian 1:26 “Manusia dicipta serupa dengan Allah” dan Mazmur 8:4 “manusia hampir sama dengan
Allah”, maka sesungguhnya hakekat manusia adalah:
1. Makhluk Beragama (Homo Religius)
Sebagai makhluk beragama,
manusia memiliki roh dan hati nurani (kejadian 2:7), sehingga ia mempunyai
kebutuhan untuk menyembah kepada Allah-sang pencipta. Oleh karena ada kebutuhan
untuk menyebah, maka manusia yang tidak mengenal Allah, melakukan pemujaan kepada
benda-benda, atau dirinya sendiri demi memenuhi kebutuhan untuk menyembah.
Dalam hal ini,
pendidikan berfungsi untuk menolong manusia dalam kebutuhannya untuk menyembah
atau yang kita sebut dengan Iman dan kepercayaannya, agar iman dan
kepercayaannya lebih jelas kepada Allah. Pendidikan berupaya untuk menjelaskan kepada
manusia: Siapakah sang pencipta itu? Dan bagaimanakah manusia dapat kembali
kepada sang Pencipta. Dalam hal ini, Pendidikan bukan penginjilan, melainkan hanya
merupakan suatu jalan bagi penginjilan. Oleh karena itu, pendidikan bukan
pengganti penginjilan, melainkan merupakan perintis jalan bagi penginjilan.
2. Makhluk yang bijaksana (Homo Sapiens)
Sebagai makhluk yang bijaksana,
manusia bisa berpikir, bisa mempertimbangkan sesuatu, bisa menghitung atau
menganalisa sesuatu. Alkitab menunjukkan bahwa manusia bertugas sebagai pemikir
(Kejadian 2:15).
Dalam hal ini,
pendidikan berarti menolong manusia untuk berpikir dan mengembangkan
intelektualnya. Dan secara khusus, Pendidikan Agama Kristen (PAK) menolong
manusia untuk berpikir mengenai Sang penciptanya.
3. Makhluk yang mempunyai kesadaran Ekonomi (Homo Ekonomies)
Sebagai makhluk yang
mempunyai kesadaran ekonomi, manusia memiliki kemampuan untuk berdisiplin dalam
hal waktu dan biaya. Dalam hal ini manusia mengenal batas-batas waktu untuk
berbuat dan menyadari pentingnya menciptakan sesuatu atau menghasilkan sesuatu,
menambah atau mengurangi sesuatu. Alkitab mengatakan bahwa, Allah menempatkan
manusia dalam taman Eden dengan tanggungjawab secara ekonomis untuk
mengusahakan taman itu (Kejadian 2:15). Di sini, pendidikan
berfungsi untuk mendidik manusia agar disiplin dan ekonomis dalam pikirannya
serta tindakannya.
4. Makhluk yang mampu berbuat (Homo Fabricatos)
Sebagai makhluk yang
berkemampuan, manusia dapat menjadikan, mengadakan dan menyediakan sesuatu dan memiliki
tanggungjawab untuk melakukan sesuatu. Alkitab menunjukkan bahwa setelah
manusia itu diciptakan, Allah memberi kuasa bagi manusia untuk berkuasa atas
dunia (Kejadian 1:28).
Dalam hal ini,
pendidikan berfungsi untuk menolong manusia meningkatkan ketrampilan, kecakapan,
kreatifitas dan ketangkasannya agar dapat melakukan sesuatu.
5. Makhluk Sosial (Homo Homini Socius)
Sebagai makhluk sosial, manusia
saling membutuhkan satu sama lain, saling menolong satu sama lain, dan saling
melengkapi satu sama lain, sebagaimana tertulis dalam Galatia 5:13-14.
“layanilah seorang akan yang lain karena kasih.”
Dalam hal ini,
pendidikan berfungsi untuk menolong manusia dalam hubungannya dengan sesama
manusia dan juga lingkungan.
6. Makhluk yang Etis (Homo Eticus)
Sebagai makhluk yang
etis, manusia memiliki kemampuan moral
untuk berbuat baik, kesadaran susila dan
tanggungjawab secara individu untuk menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak
baik. Hal ini disesuaikan pertama-tama dengan Firman Allah, kemudian hati
nuraninya dan selanjutnya disesuaikan dengan Norma-norma Susila.
Alkitab menunjukkan dalam
Keluaran 20: 1-17, bahwa sebagai makhluk etis, manusia harus menjaga secara
baik, hubungannya dengan Allah sebagai sang pencipta (Keluaran 20:1-11) dan
juga hubungannya dengan sesama manusia lainnya (Keluaran 20:12-17).
7. Makhluk yang Estetis (Homo Aesteticus)
Sebagai makhluk Estetis,
manusia memiliki kemampuan estetika, seperti
keindahan, kerapian, keteraturan dan lain sebagainya. Mazmur 8:4-10,
kata “poima” menunjukkan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai puisi Allah.
Itu artinya, manusia dicipta secara indah dan menyenangkan. Dalam hal ini
pendidikan berfungsi untuk menolong manusia agar dapat menjaga, memelihara dan
meningkatkan keteraturan yang akhirnya mendatangkan keindahan.
8. Makhluk Biologis (berjasmani)
Sebagai makhluk
Biologis, manusia memiliki tubuh yang
terdiri dari daging, tulang dan darah, serta memiliki keinginan-keinginan jasmani,
seperti makan, tidur, sex dan kenikmatan-kenikmatan lainnya. Alkitab mengatakan
bahwa: “Allah membentuk manusia dari debu tanah” (Kejadian 2:7), yang artinya
manusia memiliki tubuh jasmani.
Dalam hal ini pendidikan
berfungsi untuk menolong manusia menjaga, merawat dan memelihara tubuhnya,
selain karena alasan: Dalam tubuh yang sehat maka jiwa manusia juga akan sehat, tetapi juga karena
tubuh adalah bait Roh Allah yang kudus (1 Korintus 3:16-17).
9. Makhluk yang suci (Homo
Sacietes)
Kejadian 1:28,
menyatakan bahwa manusia dicipta oleh Allah yang Kudus. Oleh karena itu manusia
adalah makhluk yang suci. Sebagai makhluk yang suci, manusia memiliki naluri
batiniah untuk menolak dosa dan kejahatan.
Dalam hal ini pendidikan
berfungsi sebagai pedoman yang mengarahkan manusia kepada kebenaran dan
kekudusan.
Aliran-Aliran
Filsafat Pendidikan Dalam Teori Belajar
Jhon Brubacher, membedakan
aliran-aliran filsafat pendidikan antara lain:
·
Pragmatic Naturalism
·
Existentialism
·
Idealism
·
Realism
·
Rational humanisms
·
Scholastik
·
Pascism
·
Coummunism
·
Democracy
Penggolongan-penggolongan
ini tidak formal, tetapi hanya berbeda dalam penekanan sistem saja yang menjadi
ciri khas dari suatu ajaran filsafat pendidikan.
Brameld
menambahkan bahwa, perkembangan dunia filsafat pendidikan dapat diketahui
melalui aliran-aliran filsafat pendidikan seperti:
·
Progresisivism
·
Essetialism
·
Perenialism
·
Recontructionism
Dalam
Empat aliran ini, masih ada kesamaan unsur yang memungkinkan terjadinya tumpang
tindih antara aliran yang satu dengan yang lain, sehingga kita sulit menemukan
perbedaannya secara otomatis dan yang benar-benar berseberangan.
1. Aliran Progressivism
Aliran ini disebut Progressivism,
karena ada pembaharuan ke arah maju dan berkembang. Maksud aliran ini adalah,
untuk menekankan pendidikan pada pertumbuhan dan perkembangan pemikiran serta
mental, baik dalam memecahkan masalah maupun kepercayaan diri peserta didik.
Berdasarkan tujuan ini, maka
Progressivism menganggap pendidikan harus penuh fleksibilitas (Keseimbangan). Progressivism
terbuka untuk perubahan dan tidak terkait dengan doktrin tertentu, sangat
toleran serta nilai-nilainya boleh dapat berubah dan berkembang.
2. Aliran Essentialism
Aliran ini lahir dari
suatu aliran sebelumnya, yang menginginkan manusia kembali kepada kebudayaan
lama. Alasannya ialah, karena kebudayaan lama itu telah melakukan banyak
kebaikan-kebaikan bagi manusia.
Aliran Essentialism ini,
merupakan perpaduan antara idealism dan realism, sehingga jika dilihat dari
suatu pihak, aliran ini lebih mantap dan kaya dengan ide-ide. Aliran ini
memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada fleksibilitas (seperti paham Progressivism),
akan menjadi sumber timbulnya pandangan yang mudah goyah, berubah-ubah dan
kurang terarah sehingga menjadi labil dan tidak menentu. Dasar pandangan aliran
ini adalah humanism, yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada
keduiawian, serba ilmiah dan materialisme.
Tokoh-tokoh yang
menyebarkan aliran ini, antara lain adalah:
·
Dosiderius Erasmus
Ia menekankan pengajaran
yang humanistik (Kurikulum). Erasmus berpendapat bahwa: “Sekolah harus bersifat
humanistik dan internasonal, sehingga dapat diikuti oleh kaum Tengahan dan
Aritokrat.
·
Jhon Amos Comenius
Ia memiliki pandangan
yang realistis dan dogmatis. Amos berpendapat bahwa: “Karena dunia ini dinamis
dan bertujuan, maka tugas pendidikan adalah membentuk anak didik sesuai
kehendak Allah.”
·
Jhon Locke
Ia mengatakan bahwa:
“Pendidikan hendaknya selalu dengan situasi dan kondisi.”
·
Jhon Hendrich Pestalozzi
Pestalozzi meyakini
bahwa: Sifat-sifat Alam tercermin pada manusia. Selain itu, ia percaya akan
hal-hal transedental dengan Tuhan.
·
Jhon Frobel
Frobel meyakini
Transedental yang bersifat kosmissintetis, dan percaya bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini.
Terhadap pendidikan, ia
memandang anak didik sebagai makhluk
yang berekspresi kreatif dan menganggap tugas pendidikan adalah memimpin
anak didik ke arah kesadaran diri yang murni, sesuai dengan fitrah kejadiannya.
·
Jhon Herbart
Ia berpandangan kritis dan
berpendapat bahwa: “Tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa orang dengan
kebajikan yang mutlak. Ini berarti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan
dan inilah pengajaran yang mendidik dalam proses mencapai tujuan pendidikan.”
·
William Harris
Ia berpendapat bahwa: “Tugas
pendidikan adalah mengijinkan keterbukaan realita berdasarkan susunan yang
pasti atas dasar kesatuan spiritual. Keberhasilan sekolah adalah memelihara
nilai-nilai yang telah turun temurun menjadi penuntun pada penyesuaian diri
tiap orang kepada masyarakat.”
3. Aliran Perennialism
Aliran ini menganalogi
realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga yang terus menerus
mekar dari musim ke musim; datang dan pergi dan berubah warna secara tetap
sepanjang masa dengan gejala yang terus ada dan sama.
Aliran ini memandang
bahwa: Keadaan sekarang adalah sebagai zaman yang sedang ditimpa krisis
kebudayaan karena kekacauan, kebingungan dan kesimpang-siuran. Perennialism
berpendapat bahwa: “Untuk mengatasi gangguan kebudayaan, diperlukan usaha
menemukan dan mengamankan lingkungan sosio kultural, intelektuan dan moral.”
4. Aliran Rekonstrusionalism
Aliran ini berusaha
untuk membina suatu konsensus yang paling luas dan paling memungkinkan tentang
tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka Rekonstrusionalism berusaha mencari semua kesempatan mengenai
tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam tatanan baru di
seluruh lingkungannya.
Melalui lembaga dan
proses pendidikan, Aliran ini ingin merombak tatanan lama dan membangun susunan kebudayaan hidup yang
sama sekali baru. Sasarannya adalah pada penemuan-penemuan baru dan membuat
dunia baru. Oleh karena itu, bagi aliran ini, Pendidikan harus memacu seseorang
berpikir dan berpikir sampai dapat menemukan sesuatu yang baru.
Hal menarik dari Aliran
ini adalah, ingin memadukan ajaran Kristen dengan Demokrasi dan Teknologi
modern, serta seni modern di dalam satu kebudayaan yang dibina bersama oleh
bangsa-bangsa di dunia.
Catatan:
Karya ini
dilindungi Undang-undang Hak Cipta pasal 72 No. 19 ayat 1 dan 2 tahun 2002.
Boleh dicopy untuk digunakan sebagai bahan
pengajaran, dengan mencantumkan alamat penulisan: (http//materikuliahS2melkiorayub.com).
Terimakasih, Tuhan Yesus memberkati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar