TEOLOGI
KITAB RUT
Oleh:
Ayub Melkior, S. Th
Pendahuluan
Kitab Rut menyajikan
kisah Rut. Ia adalah seorang
perempuan Moab. Ia menikah dengan soeorang Betlehem di Moab. Setelah suaminya itu meninggal, maka Rut bersama dengan ibu mertuanya yang
bernama Naomi, kembali ke negeri Mertuanya Naomi, yaitu Betlehem,
di tanah Yehuda. Di sana Rut dinikahi
oleh Boas, seorang sanak saudara suami Rut, sesuai dengan
hukum Levirat (Ul 25:5-10; Rut 4:1-9). Dari perkawinan itu lahirlah Obed, nenek moyang
raja Daud.
Latar Belakang Kitab Rut
Kitab Rut ditempatkan setelah Kitab Hakim-hakim, untuk
semacam memancarkan cahaya ke dalam kegelapan yang ada pada zaman Hakim-Hakim.
Masa hakim-hakim, adalah masa maksiat. Pembunuhan, peperangan, pemerkosaan dan
penjarahan atau perampasan merupakan kejadian sehari-hari. “Pada zaman itu,
tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar
menurut pandangannya sendiri” (Hak 21:25)
Iming-iming dari allah lain, godaan
untuk memisahkan kepedulian Yahweh dari kehidupan sehari-hari, kekacauan
sosial, kerasnya hukuman Allah, semua ini merupakan hal-hal utama yang
mencirikan “zaman para hakim memerintah”. Hal ini menyebabkan suasana
menakutkan dan sukar bagi orang , untuk percaya kepada pemeliharaan Allah.
Meskipun ditulis setelah kejadian-kejadian
yang digambarkan ini, kisah kitab Rut dilatar belakangi “zaman para hakim
memerintah” [1].
Pandangan bahwa kitab ini ditulis pada masa kemudian, didasarkan pada
kecenderungan terhadap hal-hal kuno dalam kitab itu, dan pada dugaan bahwa
kitab Rut berkaitan dengan pembaharuan pada zaman Ezra dan Nehemia.
Menurut W.S. Lasor, Kitab Rut adalah
sebuah kitab di dalam Alkitab yang menceritakan tentang kisah Rut.[2]
Mungkin karena menceritakan kisah Rut, maka kitab ini diberi nama sesuai dengan
tokoh tersebut. Tepat atau tidaknya penamaan di atas tergantung
pada perspektif yang dipakai. Jika dilihat dari sisi sastra, Rut memang
memiliki peranan penting dan layak dijadikan judul kitab.
Dari sisi teologis penamaan ini tidak terlalu
tepat. Kitab ini berkali-kali memberi petunjuk yang jelas bahwa aktor utama di
balik semua episode adalah Tuhan. Pemeliharaan
TUHAN atas umat-Nya di Betlehem merupakan alasan mengapa Naomi memutuskan
pulang (1:6); Naomi mengharapkan semua kebaikan TUHAN bagi kedua menantunya
(1:8-9); Naomi pun menyadari bahwa ada tangan TUHAN di balik semua penderitaan
yang ia alami (1:13, 20-21); Salah satu alasan utama Rut tetap berpaut kepada
Naomi adalah karena TUHAN (1:16-17); Tindakan Rut ini diketahui dan dipuji oleh
Boas (2:11-12); Naomi lalu memintakan yang baik dari TUHAN untuk Boas (2:20); Ketika
Boas memperisteri Rut, para tua-tua mengharapkan yang baik dari TUHAN untuk
Boas dan Rut (4:11-12); Kelahiran anak Boas da Rut pun disebutkan sebagai
karunia TUHAN (4:13-14).
Secara historis, kitab ini menguraikan
berbagai peristiwa dalam kehidupan suatu keluarga Israel pada zaman para hakim
(Rut 1:1).
Secara geografis, Kitab ini dibagi dalam 4 daerah atau lokasi yang berbeda, yaitu:
Negara Moab (1:1-18); Tanah lapang di Betlehem (1:19-2:23); Tempat pengirikan
di Betlehem (3:1-18); dan Kota Betlehem (4:1-22). Secara liturgis, kitab ini
menjadi salah satu dari lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu
“Hagiographa” (Tulisan-Tulisan Kudus). Tiap-tiap tulisan ini dibacakan di depan
umum pada salah satu hari raya Yahudi tahunan. Karena drama inti dalam kitab
ini terjadi pada waktu panen, kitab ini biasanya dibaca pada Hari Raya
Panen(Pentakosta). [3]
Waktu Penulisan Kitab Rut
Mengenai waktu penulisan kitab Rut, dalam Tafsiran Rut
dan Ester, Van Den Bring mengatakan bahwa, Para ahli masih tidak sependapat
tentang waktu penulisan kitab Rut yang pasti, namun diperkirakan Kitab Rut
ditulis antara zaman awal kerajaan sampai zaman setelah pembuangan.[4]
Menurut Ensiklopedi Alkitab, Berdasarkan tradisi, Penulis kitab Rut adalah
hakim terakhir yaitu Samuel, nabi, yang juga adalah imam.[5]
Dengan latar belakang zaman Hakim-hakim, namun ditulis dikemudian hari, karena
penulis memaparkan tradisi dulu (Rut 4:1-12). Gaya klasik dan bahasanya mengacu
pada masa dini, demikian juga sikap terhadap perkawinan asing, sebab orang Moab
tidak boleh masuk ke dalam umat Tuhan.
Tujuan Penulisan Kitab Rut
Bila tujuannya hanyalah untuk mengisahkan suatu cerita
yang baik, maka penulis kitab ini, telah berhasil mencapai tujuannya. Tetapi
lebih dari itu, kitab ini ditulis dengan maksud-maksud tertentu. Sedikitnya ada
Lima tujuan pokok dalam penulisan kitab ini, yaitu;
1.
Merupakan catatan anti
separatis yang ditulis untuk melawan sikap keras Ezra (Ezra 10) dan Nehemia,
dalam menentang perkawinan campuran (Neh 13: 23-27).
2.
Mencatat tentang
suatu kisah yang menunjang toleransi ras
3.
Dimaksudkan untuk
memberikan silsilah raja akbar Israel, yaitu Daud.
4.
Mencatat tentang
pemeliharaan Allah bagi mereka yang percaya kepada-Nya (walaupun bukan dari
bangsa Israel).
5.
Untuk melestarikan
sebuah kisah indah pada masa hakim-hakim mengenai sebuah keluarga saleh yang
tetap setia dalam penderitaan, yang sangat kontras dengan kemerosotan rohani
dan moral bangsa Israel pada masa itu.
Posisi Kitab Rut Dalam Kanon
Dalam Alkitab LAI, Rut terdapat
sesudah Hakim-hakim, sebagaimana halnya dalam terjemahan LXX dan Vulgata.
Tetapi dalam Alkitab cetakan Ibrani, Rut tampil dalam bagian terakhir, yang
diterima selaku kitab yang Kanonik, dimana kitab ini merupakan yang kedua dari
kelima surat gulungan yang dipergunakan secara liturgis dalam rumah sembahyang.
Talmud
Babilonia yang lebih tua dari abad ke 6, memulai Ketubim dengan Rut, disusul
oleh Mazmur. Daftar-daftar lain, mencatat Rut merupakan yang pertama dari
kelima surat gulungan, karena memang secara kronologis, kitab inilah yang
pertama, kemudian dipindahkan ke tempat yang cocok secara historis, yakni
antara Hakim-hakim dan Samuel.[6]
Lebih
jauh, urutan seperti ini, sekaligus berfungsi untuk menampilkan sebuah kontras
yang ironis antara dua kitab tersebut: Kitab Hakim-hakim menjelaskan bagaimana
orang-orang Israel meninggalkan TUHAN dan mengikuti para illah kafir, sedangkan
Kitab Rut menggambarkan seorang Moab yang rela meninggalkan para illahnya untuk
berpaut kepada TUHAN.
Garis Besar Kitab Rut
Struktur Kitab Rut dapat
digambarkan sebagai berikut:
- Pendahuluan : Kepergian ke tanah Moab dan tragedi di tanah
Moab (1:1-5)
- Kembali
ke Betlehem (1:6-22)
- Pertemuan
antara Rut dan Boas (2:1-23)
- Rencana
Naomi dan keberhasilannya (3:1-18)
- Perkawinan
Rut & Boas di depan publik (4:1-12)
- Kelahiran
Obed, kebahagiaan Naomi (4:13-17)
- Penutup:
silsilah Daud dari Peres (4:18-22)
Ciri-ciri Khas Kitab
Rut
Enam ciri utama yang menandai kitab Rut antara lain adalah:
1. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab dalam Alkitab yang memakai nama seorang wanita (yang satunya adalah Ester).
2. Kitab ini ditulis dengan latar belakang gelap dari ketidaksetiaan dan kemurtadan Israel sepanjang masa hakim-hakim, sambil menguraikan sukacita dan kesusahan sebuah keluarga yang saleh di Betlehem selama masa yang kacau-balau itu.
3. Kitab ini menunjukkan bahwa rencana penebusan Allah juga mencakup orang bukan Israel, yang pada masa PL ditempatkan dalam kemakmuran Israel setelah bertobat dan beriman kepada Tuhan.
4. Penebusan adalah tema inti sepanjang kitab ini dengan peranan penebus-kerabat Boas sebagai salah satu gambaran atau lambang PL yang paling jelas mengenai pelayanan syafaat Yesus Kristus.
5. Ayat yang paling terkenal dalam kitab ini adalah pernyataan Rut kepada Naomi ketika masih berada di Moab, "Kemana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku" (Rut 1:16).
6. Kitab ini memberikan suatu gambaran hidup yang realistis dengan pergumulan dan kesedihan, namun menjelaskan bagaimana iman dan kesetiaan dari umat yang saleh memungkinkan Allah mengubah suatu tragedi menjadi kemenangan dan kekalahan menjadi penebusan.
Pesan Dalam Kitab Rut
Pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam Kitab ini antara lain adalah:
1. Bhwa pergumulan dan kesedihan, bisa saja melanda manusia siapapun, namun dengan iman dan kesetiaan kepada Allah, memungkinkan Allah mengubah suatu tragedi menjadi kebaikan dan kekalahan menjadi kemenangan.
2. Bahwa kelak keselamatan tidak hanya terbatas untuk bangsa Israel saja melainkan untuk semua bangsa yang percaya kepada Allah.
3. Bahwa penyerahan total kepada Allah memerlukan suatu pengorbanan misalnya meninggalkan tanah asal, keluarga dan kebudayaan tertentu ( bandingkan sikap Rut dengan Orpa).
4. Bahwa penebusan Rut oleh Boas merupakan suatu gambaran yang indah tentang penebusan manusia kelak melalui Kristus dimana Kristus mau menebus manusia karena Ia berhak, berkuasa dan berkeinginan untuk menebus.
Penggenapan Kitab Rut Dalam Perjanjian Baru
Ada Empat kebenaran PB yang tersirat dalam kitab ini, yakni:
1. Kesengsaraan yang dialami manusia menjadi kesempatan bagi Allah untuk memajukan maksud-maksud penebusan-Nya yang akbar (bd. Fili 1:12).
2. Termasuknya Rut dalam penebusan menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam Kerajaan Allah bukanlah karena keturunan, tetapi karena menyesuaikan kehidupan dengan kehendak Allah oleh iman yang nyata dalam ketaatan (Rom 1:5; bd. Rom 16:26).
3. Kedudukan Rut dalam daftar keturunan Daud dan Yesus (lih. Mat 1:5) menandakan bahwa semua bangsa akan diwakili di dalam kerajaan "Putera Daud" (Wahy 5:9; Wahy 7:9).
4. Boas sebagai penebus-kerabat adalah lambang dari Penebus agung, yang digenapi oleh Yesus Kristus (Mat 20:28; lih. Rut 4:10).
Isi Kitab Rut
Isi kitab Rut dapat
diceritakan sebagai berikut: Bencana kelaparan memaksa Elimelekh dan istrinya
Naomi untuk pergi dari rumah mereka di Israel menuju negeri Moab. Di sana Elimelekh
meninggal dan Naomi ditinggalkan dengan kedua orang puteranya Makhlon dan
Kilyon, yang menikah dengan dua gadis Moab, yaitu Orpa dan Rut. Setelah itu, kedua
puteranya juga meninggal dan Naomi hidup sendiri bersama Orpa dan Rut di tanah
asing. Karena mendengar bahwa di Betehem sudah terjadi pemulihan, maka Naomi
pulang ke Betlehem.
Saat
perjalanan pulang ke Betlehem Naomi mendesak kedua menantunya, untuk pulang ke
negri mereka masing, lalu Orpa kembali kepada orang tuanya, tetapi Rut
berketetapan hati untuk tinggal bersama Naomi. Rut akhirnya menikah dengan
seorang pria kaya bernama Boas, yang kemudian melahirkan seorang putera bernama
Obed yang merupakan kakek Daud, dan Rut mendapatkan sebuah posisi terhormat
dalam silsilah garis keturunan raja, yaitu Yesus Kristus.
Dari segi
sastra, kisah dalam Kitab Rut ini merupakan salah satu kisah yang sangat
menyentuh perasaan, mengharukan dan juga menegangkan. Sebagian tokoh yang
disebutkan dalam Kitab Rut, seperti Elimelekh, Mahlon, Kilyon dan Orpa, berperan
sebagai tokoh netral, sedangkan beberapa yang lain tampil sebagai sosok yang
luar biasa (Rut, Naomi).
Faktor
lain yang menambah keindahan kisah ini adalah alur ceritanya. Kisah ini dimulai
dengan keadaan yang tidak enak, yaitu kelaparan (1:1). Keluarga Elimelekh pergi
ke Moab dengan penuh harapan. Selanjutnya keluarga ini mengalami berbagai
masalah (1:3-6) yang membuat keadaan mereka sekarang jauh lebih buruk dari pada
keadaan mereka ketika pertama kali memutuskan pergi ke Moab (1:20-21). Kepulangan
Naomi dan Rut ke Betlehem dimulai dengan keputusasaan, namun di akhir cerita,
mereka justru menemukan kebahagiaan (4:1-17).
Kisah tentang Rut, dapat diringkas
sebagai berikut: Ini adalah perkawinan
dengan Ipar laki-laki (Levirat), yang dijelaskan dalam Ulangan 25:5-10, bahwa
apabila seorang laki-laki di Israel meninggal dan belum memiliki anak
laki-laki, maka kewajibannya terletak pada seorang penebus, yaitu kerabat
terdekatnya dengan mengawini janda tersebut dan mendapatkan anak laki-laki
“supaya namanya tidak terhapus dari Israel”(ay 6). Walaupun suaminya, seorang
Israel sudah meninggal, Rut tetap menunjukkan kesetiaannya terhadap ibu
mertuanya (Naomi) yang berbangsa Israel itu, dan selalu beribadat kepada Tuhan.
Titik balik dalam kisah Kitab Rut adalah
upaya Naomi yang membujuk Boas supaya menerima kewajiban tersebut, meskipun
Boas sebenarnya kerabat jauh. Namun ketika Boas hendak bertindak sebagai
penebus, timbul suatu permasalahan, yaitu masih ada kerabat yang lebih dekat
dibanding Boas dan orang itu lebih berhak sebagai penebus. Oleh
karena Boas tidak mau mengabaikan hak orang itu, ia mengumpulkan para tua-tua
di pintu gerbang kota dan mengundang kerabat yang lebih dekat itu supaya hadir.
Di sana Boas memberitahukan kepada
kerabatnya itu perihal tanah Elimelekh yang hendak dijual oleh Naomi.
Pertama-tama kerabat itu mempersoalkan
tanah Elimelekh dan bukan perkawinan itu. Boas pun memberitahu bahwa
jika kerabat itu mau menebus tanah Elimelekh, maka kerabat itu memiliki
kewajiban ganda, yaitu setelah membeli tanah itu, kerabat itu berkewajiban
untuk mengawini Rut dan mewariskan tanah yang dibelinya itu kepada anak yang
akan lahir dari perkawinannya dengan Rut. Namun, ternyata kerabat itu
tidak sudi melakukan kewajiban itu sehingga ia menyerahkan haknya kepada Boas.
Pada akhir kisah ini, Rut mendapat
seorang suami baru dari antara sanak saudara mendiang suaminya, yaitu Boas.
Melalui pernikahannya yang kedua
ini Rut menjadi nenek buyut Daud, raja Israel yang terbesar. Kisah dalam Hakim-hakim menunjukkan
kesukaran-kesukaran yang terjadi karena umat Tuhan meninggalkan Tuhan,
sedangkan kisah Rut ini, menunjukkan berkat-berkat yang diberikan Tuhan kepada
seorang asing yang meninggalkan allahnya untuk percaya dan setia kepada Tuhan Allah
Israel.
Teologi
Dalam Kitab Rut
Badai kelaparan telah berlalu dan
Allah telah menunjukkan lagi kemurahannya terhadap umat-Nya. Kemurahan hati
Allah itu terlihat pada Naomi yang sudah janda, kembali ke Betlehem bersama Rut
menantunya. Orpa dengan sedih pulang ke rumah orang tuanya dan berharap akan
dapat menikah lagi, tetapi Rut tidak mau membiarkan Naomi sendiri, ia
memilih untuk hidup di tengah-tengah bangsa Naomi dan yang paling penting ia memilih
Allah Naomi.
KemurahanTuhan sebagaimana yang
terungkap dalam pasal 1:8-9, mencakup pengertian kesetiaan Allah pada
perjanjian-Nya. Oleh kemurahan Allah itu, dan komitmen untuk setia sampai mati,
Rut tetap bersama Naomi tiba di Betlehem.
Kisah
yang mengharukan ini, tidak hanya menampilkan loyalitas Rut yang luar biasa
kepada Naomi, sehingga ia disebut “lebih berharga dari pada tujuh anak
laki-laki” (4:15), tetapi juga
mengandung pelajaran Teologi. Setiap tokoh utama dan peristiwa dalam kitab ini,
menyaksikan tentang beberapa hal yang bersifat telogis. Antara lain adalah:
Pertama, Teologi
Tentang TUHAN dalam rencana-Nya.
Tokoh utama (Rut dan Naomi)
menunjukkan keyakinan yang dalam pada Tuhan. Oleh sebab itu, pembaca Kitab Rut,
harus melihat keutamaan TUHAN dalam kisah ini. Nama “Yahweh” muncul 18 kali dalam kitab ini.[7] Hal ini menunjukkan bahwa TUHAN adalah tokoh
paling penting di setiap babak dalam kisah ini. Walaupun Ia yang berada di
balik semua penderitaan dan keputusasaan Naomi (1:20-21), namun Ia juga yang
mengubah keadaan itu menjadi sebuah sukacita (4:11-14); Walaupun ada kelaparan
(1:1), kematian (1:3-4) dan keputusasaan (1:11-13), tetapi TUHAN tetap
berdaulat dalam merealisasikan rencana-Nya.
Nama
Yahweh telah disingkapkan dengan jelas pada zaman Keluaran, ketika Allah
melepaskan orang Israel dari perhambaan, membawa mereka ke Sinai dan mengadakan
perjanjian dengan mereka. Jadi, Memakai nama Allah yang hidup dalam mengatakan
sesuatu, adalah mengingat penyelamatan karena kasih setia-Nya dan jaminan akan
janji dalam perjanjian-Nya.[8]
Keterangan ini, mengantar pembaca kitab Rut untuk
melihat lebih lebih cermat penyebutan nama TUHAN dalam kisah ini. Ungkapan
“Demi Tuhan yang hidup” dalam pasal 3:13, menggaris bawahi keyakinan bahwa:
Tuhan adalah pribadi yang dekat; sadar tentang kehidupan perorangan, dan
sekalipun Ia mengajar melalui kelaparan dan kematian, Ia jugalah yang mengubah
kemandulan menjadi kesuburan, dan memberikan upah sebagai ganjaran kepada
mereka yang menaruh kepercayaan kepada-Nya.
Nama
Ilahi lainnya yang disebutkan dalam kitab ini adalah, El Syaddai, (Allah yang
maha kuasa) diucapkan oleh Naomi, ketika ia sudah lelah oleh karena perjalanannya,
ia bertemu dengan para bekas tetangganya yang dulu dan dengan rindu mengenang
kembali pernikahannya di Betlehem (1:20-21). Dengan meng-elakan nama yang
intim, yaitu “Allah yang hidup” dan menggantikan dengan “Yang Mahakuasa”,
menunjukkan bahwa Naomi merasa terasing, hal ini mengindikasikan bahwa
kepercayaan Naomi kepada Allah mengalami kesuraman.
Penggunaan
nama El Syadday oleh Naomi, menggaris bawahi ketidak berdayaan manusia yang
dapat berbicara kepada Tuhan yang sanggup mengubah keadaan-keadaan yang
melemahkan manusia. Sekalipun Kepercayaan Naomi suram, namun ia tetap sadar kebutuhannya akan Allah,
bahwa “Yang Mahakuasa” akan sanggup melakukan hal-hal yang besar dan Ia tidak
biasanya mengecewakan.
Selanjutnya,di
sini juga terlihat bahwa, kunci keberhasilan Rut terletak pada sikapnya yang
tetap berpaut kepada Tuhan Allah Israel (1:16-17) dan berlindung di bawah
sayap-Nya (2:12).
Jadi
sangat jelas bahwa, kisah ini, secara teologis, ingin menunjukkan bahwa, Allah
dalam rencana-Nya, tidak pernah berubah setia. Ia pasti memelihara janji-Nya
dengan kuasa-Nya, sampai tergenapi. Kalaupun terjadi kelaparan, penderitaan
bahkan yang paling pilu, itu semua terjadi “di dalam” rencana-Nya.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa, tatkala kepercayaan kepada Allah terancam oleh banyak hal
yang gelap dan menakutkan,kegiatan iman yang masih kukuh akan menuntun kepada
kepastian dan sukacita dalam jaminan pemeliharaan Allah, oleh karena
rencana-Nya.
Kedua, Teologi
Tentang Kasih Karunia Allah Yang Begitu Besar.
Dalam pasal 1:8, terdapat
ungkapan “Tuhan kiranya menunjukkan kasih-Nya kepadamu”. Perkataan ini berhubungan erat dengan
perjanjian, karena dalam Ulangan 7:9, kasih Allah ditunjukkan sebagai jaminan
atas perjanjian-Nya. Dalam perjanjian, nampak
kasih karunia Allah yang besar, melalui penghampiran yang ramah dari
Allah kepada manusia yang berdosa. Rut, wanita Moab itu, dikatakan:
“menunjukkan kasih setia atau kasih karunia Allah kepada Naomi” (3:10)
David
Atkinson menjelaskan bahwa, Moab adalah bangsa yang terkenal tidak ramah.
Mereka adalah penyembah dewa Kamos, dewa yang menuntut manusia sebagai korban
persembahan (Bil 21:29). Oleh sebab itu, mereka tidak boleh diterima dalam
persekutuan orang Israel (Ul 23:3-4)[9]
Tetapi
terlihat dalam kitab ini, bahwa kata “Moab” diulang-ulang. Walaupun sejak awal
para pembaca sudah mengetahui bahwa Rut adalah orang Moab, namun dengan pemunculannya
yang diulang-ulang, kata ini hendak dipakai untuk menjelaskan identitas Rut
(1:22; 2:2, 6, 21; 4:5, 10). Penyebutan seperti ini jelas bukan sekadar
berfungsi sebagai identifikasi, tetapi sebagai penekanan. Bahwa Rut, wanita
Moab itu, memang adalah orang kafir, tetapi sesungguhnya ia telah berbalik,
ketika ia mengakui bahwa TUHAN Naomi adalah TUHAN-nya juga. Jadi yang menjadi Allah-nya
Rut bukan lagi Kamos, tetapi “Allah yang hidup”.
Penekanan
sikap “setia” juga muncul beberapa kali
dalam Kitab Rut, yang dikenakan pada sikap Rut yang menunjukkan kesetiaannya
kepada Naomi (1:16-17). Kesetiaan ini pun dipuji oleh Boas (3:10). Yang paling penting,
sikap ini ditunjukan pada TUHAN, ketika Rut menolak allahnya dan memilih
Allahnya Naomi.
Selanjutnya,
sejak awal kitab, para pembacapun sudah diberi petunjuk bahwa pernikahan
kembali yang akan dimiliki Rut merupakan hasil dari kasih karunia TUHAN
(1:8-9). Kebaikan Boas kepada Rut merupakan hasil dari kasih karuni TUHAN
(2:20). Penjelasan ini mengajarkan kepada bahwa TUHAN seringkali menunjukkan
kasih karunia-Nya ketika manusia juga menunjukkan hal yang sama, walaupun memang
kesetiaan TUHAN tidak dibatasi oleh kesetiaan manusia (2Tim 2:13).
Dengan
demikian, Penulis Kitab Rut ingin menegaskan bahwa dalam kasih karunia Allah, orang
kafir yang mau berpaut kepada Allah dapat dipakai oleh Tuhan. Di sini, perlu
ditegaskan bahwa, penolakan terhadap bangsa Moab pada masa Musa (Ul 23:3-4;
bdk. 13:1-2) bukan disebabkan faktor etnis, tetapi sikap mereka yang menentang TUHAN.
Jadi dapat disimpulkan bahwa,
umat Allah yang mencermikan kasih setia terhadap Allah yang hidup dan kasih
karunia terhadap sesama dalam pergaulan-pergaulan mereka, maka di situlah Tuhan
yang hidup itu bertindak.
Ketiga; Teologi
Tentang Penebusan Tuhan (4:5-9).
Menurut Tafsiran Alkitab Masa
Kini 1, Istilah “penebus” yang terdapat dalam kitab Rut, dalam bahasa Ibrani
adalah “ga’al atau goel”. Kata ini disebutkan dalam kitab Rut
sebanyak 20 kali.[10] Hukum
Ibrani mengenai “goel” itu tercantum dalam Imamat 25; Bil 35; Ul 19; dan Ul 25.
Menurut Sidlow Baxter, ada tiga
kewajiban yang bertalian dengan “goal”, yaitu:
Pertama; “goal”
harus menebus saudara dan pusaka saudaranya, menurut kesanggupan, jika
saudaranya itu terpaksa menjadi hamba atau menjual pusakanya akibat kemiskinan.
Kedua; “goal”
harus melakukan pembalasan, jika saudaranya mati terbunuh.
Ketiga; “goal”
harus membangkitkan keturunan bagi saudaranya, jika saudaranya itu mati dengan
tidak meninggalkan anak laki-laki.
Sedangkan syarat bagi seorang “goal” adalah ia
harus sanak terdekat atau penebus terdekat. Baxter juga menjelaskan bahwa,
setiap sanak yang terdekat adalah “goelim” (goal-goal), tetapi sanak yang
paling dekat adalah “goal” itu.[11]
Tradisi tentang kerabat terdekat
sebagai penebus memberikan gambaran yang pas untuk karya penebusan Mesias,
yaitu:
- Kerabat
atau Penebus itu harus memiliki hubungan darah (bdk. Ibr 2:17)
- Kerabat
atau Penebus itu harus memiliki harta sebagai tebusan (bdk. 1Pet 1:18-19)
- Kerabat
atau penebus itu harus mau menebus (bdk. Yoh 10:18)
- Kerabat
atau penebus itu harus mau menikahi janda yang ditinggalkan (bdk. 2Kor 11:2; Ef
5:32).
Konsep
penebusan atau mesianik dalam kitab ini, akan semakin jelas apabila dihubungkannya
dengan nama-nama yang berulang-ulang kali disebutkan dalam kisah kitab Rut, dan
fakta bahwa semua peristiwa itu terjadi di Betlehem (1:19, 22; 2:4;4:11; bdk.
Mat 2:1-6).
Baxter
menjelaskan bahwa, cerita ini dimulai dari Betlehem, yang artinya “rumah roti”.
(Beth- Bait= rumah; lehem: roti). Tokoh pertama yang disebutkan ialah
Elimelekh, yang artinya: “Allahku adalah Raja”. Naomi artinya: Sukacita atau
Bahagia. Akibat paceklik, suami-istri ini pergi dari Betlehem, mencari makanan
di negri asing, yaitu Moab. Dua orang anak laki-laki, juga dibawanya, yaitu
Mahlon, yang artinya “gemar” atau “nyanyian”, dan Kilyon yang artinya
“perhiasan” atau “kesempurnaan”.
Di Moab,
Elimelekh meninggal, demikian juga Mahlon dan Kilyon. Setelah mengalami
dukacita yang mendalam, Naomi pulang kembali ke Betlehem, tetapi bukan lagi
Naomi yang artinya “sukacita” atau “manis” atau “bahagia”, melainkan seperti
yang dikatakannya sendiri: “Panggil aku mara”, yang artinya “pahit.”[12]
Semua ini
adalah lambang bagi Israel, dimana mula-mula Israel didudukkan di tanah Kanaan,
dengan Teokrasi yaitu Allah adalah raja. Jadi Israel adalah “Elimelekh” yang
dapat berseru: Allah adalah rajaku! Israel menikah dengan Naomi, yaitu
Sukacita, bahagia dan diberkati. Lalu karena tidak tahan uji, Israel lalu
berkompromi dan meninggalkan kesetiaan akan Tuhan, dengan pergi ke Moab. Di
sana, Mahlon dan Kilyon meninggal, artinya pujian syukur dan perhiasannya
lenyap. Akhirnya Naomi, yang dahulu bahagia dan sukacita, pulang dengan
‘kosong’ dan ‘pahit’.
Namun
sejak Naomi pulang kembali tempat terkemuka diduduki oleh Rut yang artinya
‘menyenangkan’ atau ‘luwes’. Rut adalah lambang dari gereja atau umat tebusan
Allah, yaitu jemaat. Baxter menjelaskan bahwa, ada 3 alasan Rut digambarkan
sebagai gereja atau jemaat:
1.
Rut seorang asing, yang tidak
mempunyai bagian dalam perjanjian Tuhan, namun oleh karena bernaung di bawah
perlindungan sayap TUHAN Allah Israel, ia mendapat belas kasihan dari Boas yang
artinya: ‘di dalam Dia ada kuat kuasa’. Jadi Jelas bahwa, Boas adalah lambang
dari Kristus yang melihat Rut, wanita kafir itu dengan penuh kasih sayang.
2.
Rut tidak menaruh pengharapan
kepada orang lain, keculai Boas. Rut pergi ke tempat pengirikan dengan percaya
akan kemurahan hati Boas. Di sana ia berbaring pada kaki Boas, dengan maksud
memohon belaskasihannya.
3.
Rut diterima oleh Boas, bukan
karena Boas berkewajiban secara ketat, melainkan oleh anugerah dan kerelaan
hati. Rut bersekutu dengan Boas sebagai Istrinya, beroleh hidup dari hidupnya
Boas, harta dari hartanya Boas dan rumah dari rumahnya Boas.[13]
Jadi sangat jelas bahwa semuanya
itu merupakan lambang dari penebusan Kristus dan gereja-Nya. Kristus menjadi
‘goal’ atau “penebus” manusia, meskipun Ia tidak berkewajiban secara ketat,
namun oleh kasih karunia-Nya. Kristus yang menebus manusia, tidak hanya menebus
manusia dari ‘kemalangan’ tetapi Dia menjadikan mereka pengantin bagi Dia,
supaya mereka yang ditebus juga mendapat hidup dari hidup-Nya, warisan dari
hartan-Nya dan rumah dari Rumah-Nya, yaitu Sorga abadi selama-lamanya.
Keempat; Teologi
Tentang Kesetiaan TUHAN Terhadap Janji-Nya.
Terlihat jelas dalam kisah ini, bahwa sekalipun
Naomi adalah pengikut setia Tuhan, namun ia mengalami kemalangan besar. Ia dan
keluarganya menderita dampak-dampak bencana kelaparan dan terpaksa mengungsi
(ayat Rut 1:1). Lagi pula, Naomi kehilangan suaminya (ayat Rut 1:3) dan kedua putranya. Dalam
sebuah ungkapan, Naomi merasa kemalangannya menunjukkan bahwa Allah tidak lagi
berkenan kepadanya, melainkan memusuhinya (Rut 1:13,20-21).
Pandangan pribadi ini ternyata salah (4:14-15). Diakhir
dari kisah itu menunjukkan bahwa Allah tetap setia memperhatikan umat-Nya, serta bekerja melalui
orang lain untuk menolong umat-Nya pada saat-saat mereka memerlukan-Nya. Seperti halnya Naomi, orang percaya mungkin setia kepada
Kristus, namun mengalami kesusahan besar dalam hidupnya; hal ini tidak berarti bahwa
Allah telah meninggalkan mereka atau sedang menghukum mereka, melainkan Dia setia pada
janji-janji-Nya yang telah diucapkan-Nya kepada umat-Nya.
Selanjutnya, di akhir Kitab Rut disinggung tentang
Yehuda dan keturunannya. Keterkaitan dengan Yehuda, baik dalam posisinya
sebagai nenek moyang Daud maupun kemiripan kisah yang ada, semakin memperkuat kesan
bahwa kesetiaan TUHAN tersebut sangat berhubungan dengan tema
perjanjian(4:11-12, 18; bdk. Kej 38). Sama seperti janji kepada para leluhur
dalam Alkitab yang menghadapi berbagai bahaya, misalnya kelaparan (Kej 12:10;
26:1; 42:1) dan kemandulan (Kej 11:30; 18:11; 25:12; 29:31), tetapi TUHAN mampu
menepati janji-Nya, demikian pula dalam kisah Rut. Kelaparan, kematian dan
ketiadaan anggota keturunan di keluarga Naomi, tetap tidak dapat menghalangi
TUHAN dalam menepati janji-Nya.
Kesimpulan
Melalui kisah
dalam Kitab Rut, terlihat sebuah Teologi bahwa, kasih dan kesetiaan Allah merupakan
milik Allah dan diberikan kepada umat-Nya. Dalam hal ini Allah menunjukkan
kepada umat-Nya kasih karunia, pada hal sebenarnya umat-Nya tidak layak menerimannya.
Ada juga hukum supaya umat-Nya mengasihi Allah, tetapi hal ini bukan kasih
sayang yang mendalam kepada pribadi Allah, melainkan lebih ditekankan kepada
perintah untuk setia kepada Allah oleh karena Dia Allah yang setia.
Penerapan/
Aplikasi
Dengan melihat
kasih dan kesetiaan Allah yang begitu konsisten dan tidak berubah, maka umat
Allah hendaknya tetap setia kepada Tuhan Allah, dalam iman dan keyakinan terhadap
janji-janji-Nya, karena walaupun Dia yang mengijinkan kesedihan dan
keputusasaan, Dia juga yang mengubah air mata menjadi sukacita. ***
Karya ini dilindungi Undang-undang Hak
Cipta pasal 72 No. 19 ayat 1 dan 2 tahun 2002
|
Daftar Pustaka
1.
David Atkinson, The
Message Of Ruth, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000
2.
W.s Lasor, Pengantar
Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gung Mulia, 2005
3.
DC Mulder, Pembimbing
ke dalam Perjanjian Lama, Jakarta: Fasto, 1963
4.
Van Den Bring, Tafsiran
Rut dan Ester, Jakarta: BPK Gung Mulia, 1979
5.
Ensiklopedi Alkitab
Masa Kini (Jilid M-Z), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
6.
Tafsiran Alkitab Masa
Kini (Kejadian-Ester), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1976
7.
Sidlow Baxter, Menggali
Isi Alkitab (Jilid 1 Kejadian-Ester), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2012
[1]
David Atkinson, The Message Of Ruth, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2000, hal. 34
[2]
W.s Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1,
Jakarta: BPK Gung Mulia, 2005, hal. 317-320
[3] DC Mulder, Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama, Jakarta:
Fasto, 1963, hal. 221
[4] Van Den Bring, Tafsiran Rut dan Ester,
Jakarta: BPK Gung Mulia, 1979, hal. 16.
[5]
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jilid M-Z), Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih, 2008, hal. 334
[6]
Tafsiran Alkitab Masa Kini (Kejadian-Ester), Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih, 1976, hal. 428
[7]
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 (Kejadian-Ester),
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983, hal 428
[8]
Ibid, Hal, 428
[9]
David Atkinson, The Message Of Ruth, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2000, hal. 44
[10]
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 (Kejadian-Ester),
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983, hal. 428
[11]
Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab (Jilid 1 Kejadian-Ester), Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012, hal 294
[12]
Ibid, hal. 296
[13]
Ibid, hal. 297-298